Selasa, 26 November 2013

Amal Jariyah Dari Anak Kita


Sebagaimana yang telah kita ketahui, ada amalan-amalan yang sifatnya Jariyah. Yaitu pahalanya akan terus mengalir terus menerus tanpa kita sadari. Bahkan ada yang terus mengalir walau jasad telah terkubur

Dalam sebuah hadits disebutkan, ada tiga hal yang pahalanya mengalir walaupun empunya amal telah meninggal dunia dan dikuburkan. Yaitu sodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang selalu mendoakan orang tuanya.

Sungguh amat disayangkan apabila kita tidak mampu mendapatkan salah satu dari ketiganya. Tetapi alangkah beruntungnya bila kita mampu mendapatkan ketiganya. Ketika raga sudah tidak mampu bergerak lagi karena ruh telah tercabut, malaikat pencatat amal kebaikan kita masih terus sibuk bekerja mempertebal kitab catatan amal kebaikan kita.

Sesungguhnya, sodaqoh jariyah dan ilmu yang bermanfaat, adalah suatu hal yang sehari-hari terpampang didepan mata. Kesempatan itu ada. Apalagi yang memiliki anak-anak kandung. Kesempatan itu terbuka lebar. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan dan kita ajarkan kepada anak-anak kita, yang bisa dijadikan amal yang pahalanya terus mengalir.

Sepele. Mengajarkan surat Al-Fatihah pada anak-anak. Dan itu bukanlah suatu hal yang sulit. Tapi apa yang terjadi? Dalam sehari, minimal lima kali anak mengucapkan Al-Fatihah. Padahal pahalanya mengajarkannya seperti orang yang membacanya tanpa mengurangi pahala orang yang membacanya. Berapa banyak pahala yang akan didapat orang yang mengajarkan surat Al-Fatihah bila itu diajarkan pada seorang anaknya?

Pun anak yang sholeh tidak akan membacanya lima kali sehari. Dalam sholat wajib, ada 17 kali kesempatan membaca surat Al-Fatihah. Dalam sholat sunnah Rowatib, ada 12 kali kesempatan membaca Al-Fatihah. Belum sholat Dhuha dan sholat Witir. Apalagi ditambah sholat Tahajud. Dan bila itu berlangsung setiap hari, silahkan dihitung ada berapa banyak suurat Al-Fatihah yang dibaca dalam satu minggu, satu bulan, satu tahun, bahkan seumur hidup anak tersebut.

Itu baru surat Al-Fatihah. Belum surat-surat pendek seperti Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Nas yang dibaca setiap selesai sholat, atau dalam ma’tsurat pagi dan sore. Ada juga Ayat Kursi yang akan sering dibaca juga. Ada berapa banyak pahala yang akan didapat?

Juga mengajarkan sholat kepada anak-anak, meliputi gerakan dan bacaan sholat. Adalah suatu amalan yang akan dilakukan anak sepanjang hidupnya. Pahalanya akan terus mengalir bagi siapa saja yang mengajarkannya. Mengajarkan membaca Al-Qur’an kepada anak-anak. Maka setiap kali anak membacanya, orang tua akan mendapatkan pahalanya.

Masih banyak amalan-amalan lain yang bisa diajarkan kepada anak-anak, yang bisa menjadi amal jariyah. Namun sayangnya, banyak yang tidak menyadari hal ini. Ladang pahala yang besar ini tidak mau dilakukan, dan memilih orang lain untuk melakukannya. Membiarkan gurunya yang mengajarkan hal-hal mendasar tersebut pada anak-anak kita. Akhirnya, kiriman pahala tersebut akan mengalir pada guru-guru mereka, bukan pada orang tuanya.

Sungguh amat disayangkan, bila orang tua tidak menyadari hal ini. Bila mereka sadar bahwa mereka tidak mampu mengajarkannya, maka mereka akan berusaha semaksimal mungkin mencari jalan agar anaknya mampu melakukannya. Mencari sekolah yang bagus, mencari guru privat, mencari TPA yang berkompeten. Semua usaha akan dilakukan agar anaknya bisa melakukan ibadah dengan baik dan benar. Semua usaha orang tua insya Allah akan ada nilainya dihadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Yang membuat miris, adalah ketika orang tua tidak mengajarkannya pada anak-anaknya, tetapi orang tua juga tidak berusaha agar anaknya bisa. Sholat, mengaji, dan hafalan surat-surat pendek adalah suatu hal yang sifatnya wajib. Seharusnya orang tua menjadi gelisah dan tidak tenang ketika anaknya belum bisa melakukannya.

Hal seperti itulah yang sering saya lihat dalam lingkungan saya. Dalam TPA yang saya kelola, saya mendapati ada berbagai macam tipe orang tua. Yang ingin saya soroti adalah tipe orang tua yang benar-benar menyepelekan pendidikan wajib untuk anak-anaknya. Bisa dibayangkan, seorang anak berusia sembilan atau sepuluh tahun, sholatnya masih bercanda, bermain tendang-menendang dan tertawa bersama teman-temannya. Bacaan al-Fatihahnya masih belum lancar dan urut. Surat-surat pendeknya masih belepotan dengan huruf-huruf yang salah dilafalkan. Membaca Al-Qur’annya? Masih iqro’ jilid satu!!

Menurut saya, itu sudah amat terlambat. Sepuluh tahun adalah usia wajib sholat bagi anak. Bahkan dalam sebuah hadits, anak harus dipukul ketika meninggalkan sholat ketika usianya sepuluh tahun. Sholat adalah suatu ibadah yang urgent, penting, dan mendasar. Bila gerakan sholat dan bacaannya masih belum sempurna, maka akan ada dosa bagi anak dan orang tuanya sebagai penanggung jawab.

Bagi yang belum terlambat, marilah kita mulai mengajarkan hal-hal wajib tersebut kepada anak-anak kita. Dan bagi yang terlambat, maka lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Mari kita upayakan agar anak-anak kita menjadi anak sholeh, yang mampu mendoakan kedua orang tuanya. Mari kita terus berupaya agar kita bisa mendapatkan amal jariyah dari anak-anak kita sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar