Kamis, 09 Oktober 2014

Masa Tua?

Kondisi dirumah saya saat ini saya kira tak jauh beda dengan kondisi rumah teman-teman semua. Ramai, ricuh, teriakan, tangisan, gelak tawa. Ada air tumpah, ada gelas pecah, ada pakaian kotor menumpuk, ada piring kotor juga.

Meriah. Itu kata positif saya terhadap keadaan rumah saya. Anak hampir empat, meski ada pembantu, tetap saja keadaan tetap meriah. Makanya, saya salut dengan teman-teman yang menjalani rumah tangganya tanpa pembantu.

Dan karena itu pula, saya jadi tidak bisa memahami keadaan teman-teman yang tidak memiliki anak sama sekali dalam kehidupannya. Mereka tinggal berdua dalam sebuah rumah. Tak terbayang tenangnya keadaan rumah mereka. (alias sepi maksud saya, hehehehe...)

Nah, kisah yang ingin saya ceritakan adalah kisah masa tua seorang wanita yang tidak memiliki anak. Sejak muda, beliau dan suaminya tidak berniat mengadopsi anak atau mengasuh keponakan atau apalah, untuk meramaikan kehidupan mereka. Mereka tampak menikmati kehidupan mereka berdua.

Kisah dimulai saat sang suami mendahuluinya pergi menghadap Al Kholiq. Rumah seluas 400 meter persegi itu hanya diisi seorang wanita tua, yang mulai sakit-sakitan.

Akhirnya ada seorang janda tua juga yang mau menemaninya, tinggal berdua. Membantunya membersihkan rumah, memasak, dan lain-lain urusan rumah tangga. Wanita tua itu beberapa kali jatuh dan patah tulang kakinya. Sepanjang ingatan saya, wanita itu mengalami dua atau tiga kali operasi.

Karena itulah kakinya melemah. Jalannya tertatih-tatih. Dan bila hendak bangun dari duduk dibawah/karpet, akan sangat susah berdiri. Meski demikian, beliau kemana-mana pergi sendiri.

Nah, janda yang menemaninya itu suatu hari harus pergi karena anaknya memintanya untuk suatu keperluan barang dua tiga hari. Pergilah ia. Dan wanita itu sendirian dirumahnya. Seorang saudara yang mengetahui keadaannya berinisiatif untuk menghubunginya lewat telpon. Ternyata katanya ada seorang pembantu yang akan menginap  dan menemaninya dimalam hari.

Saudara tersebut merasa gelisah di pagi harinya, dan menghubungi wanita tadi. Telpon berkali-kali tidak diangkat. Hapenya tidak aktif. Akhirnya dia pun pergi kerumahnya. Pintu diketuk berkali-kali tidak ada yang membuka. Dia merasa takut, apa yang terjadi dengan wanita tua yang sendirian dirumahnya ini?

Saudaranya tersebut memanggil tukang kunci dan membongkar kunci pintu rumahnya. Dia pun masuk. Dan mendapati wanita itu tergeletak dikamar mandi dalam kondisi sadar, tetapi tidak dapat menggerakkan kakinya. Sehingga beliau diam saja dan berharap ada pertolongan.

Kondisi rumahnya saat itu mengenaskan. Debu menebal dimana-mana. Ada sisa nasi bungkus tergeletak. Piring kotor yang mulai dikerubuti semut. Baju kotor yang diletakkan begitu saja dilantai. Wanita itu tidak mampu membereskan semua itu.

Akhir cerita, wanita itu kini dirumah sakit. Selain dirawat kakinya, juga saudaranya tersebut berpikir, lebih baik dirumah sakit dan ada yang merawatnya, sambil menunggu janda yang menemaninya kembali.

Itu cerita pertama.

Cerita kedua adalah, seorang wanita yang memiliki banyak anak dan suaminya meninggal ketika anaknya yang terakhir masih balita. Wanita tersebut berjuang membesarkan anak-anaknya sendirian dengan berjualan makanan. Siang dan malam ia bekerja. Agar anak-anaknya bisa makan dan sekolah.

Apa yang terjadi pada wanita tersebut di masa tuanya? Semua anaknya pergi meninggalkannya. Pergi memulai kehidupan rumah tangganya sendiri-sendiri. Sang ibu tetap dirumahnya sendirian.

Sang ibu sakit-sakitan tanpa memiliki biaya lebih untuk berobat. Sanak familynya membantu sedikit namun tetap saja tidak cukup. Bagaimana dengan anak-anaknya? Boro-boro membantu, sang anak diam-diam menjual perabotan tua ibunya dan mengambil uangnya tanpa menyisakannya untuk ibunya sepeser pun. Bahkan,tempat tidur terakhir sang ibu pun tega dijual. Hingga akhir hayatnya, wanita itu tidur beralas selimut tua dilantai. Rumahnya kosong melompong dan menyisakan pertengkaran diantara anak-anaknya memperebutkan warisan rumah.

Keduanya kisah nyata. Keduanya sama-sama memiliki masa tua yang menyedihkan. Tidak punya anak sepi, punya anak banyak pun tidak menjadi kebaikan untuknya.

Dimana letak kesalahannya??

Saya tidak bisa menjadi hakim. Karena saya sama sekali tidak tahu bagaimana amal catatan kebaikan dan keburukan mereka. Apakah keadaan tua mereka merupakan ujian yang bisa meningkatkan derajad iman mereka, atau justru balasan terhadap suatu perbuatan mereka di masa lalu.

Yang jelas, kesepian mereka di masa tua menjadi sebuah pemikiran tersendiri bagi saya.

Masa tua? Que sera sera lah. Saya tidak mau terlalu memikirkan apa yang akan terjadi dengan masa tua saya bila saya ditakdirkan berumur panjang. Setiap orang akan memiliki ceritanya masing-masing.

Tapi yang bisa saya lakukan saat ini adalah menanam dan menanam. Berusaha memberikan modal aqidah dan iman yang baik kepada diri saya dan anak-anak saya semuanya. Menanam dengan doa-doa yang panjang. Berharap Allah Ta'ala akan memberikan hasil panen yang baik di dunia maupun di akherat kepada kami semua.

Makanya saya berusaha menikmati kehidupan saya saat ini. Menikmati setiap rasa sakit dan lelah yang melanda dihamil tua. Menikmati setiap suara anak-anak. Menikmati berberes rumah dan mendidik anak-anak. Saya merasa semua ini bagian dari proses saya menanam.

Semoga kita semua ditakdirkan untuk menikmati setiap proses kehidupan kita. Dan mendapat cerita yang manis di akhir cerita, yaitu masuk kedalam Jannah-Nya.

Amiiin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar