Rabu, 28 September 2016

In Memorian Mimah..

Setiap mengingat namamu, teman.. Adalah perih dalam luka yang kembali terasa. Perih dalam luka yang menganga. Tak kunjung sembuh hingga detik ini. Meski sudah sekian tahun terlewati, rasa itu selalu muncul kembali.

Aku tak marah padamu, teman.. Aku marah pada diriku sendiri. Marah pada ketidakberdayaanku saat itu. Penyesalan seakan tak berujung.

Apa kabarmu, teman?
Kita adalah teman sejak SD hingga pucuk nafas terakhir. Masih tergambar jelas kita belajar bersama, bermain bersama, membaca bersama, bahkan berdagang bersama. Kita punya hobi gila membaca yang sama, kesukaan dan ketidaksukaan yang sama.

Bahkan ketika kita pisah sekolah, kebiasaan yang sama masih terjaga. Tulisan kita tetap saling terkirim menyegarkan dan membahagiakan. Dan ketika kita menikah, kau pun pergi keluar kota mengikuti suamimu. Kita masih saling menyapa dalam lintas teknologi yang semakin maju.

Tapi kabar itu menyakitkan, teman. Ketika kau semakin menderita dengan sakitmu. Ada rasa teriris dalam sukmaku. Sakit yang pilu. Saat kau hanya bisa meneteskan air mata dan menatap dengan pandangan kosong pada kedua anakmu. "Mereka sudah siap kutinggalkan." katamu waktu itu. Aku sibuk membesarkan hatimu. Tapi saat itu kau lebih tahu.

Dan tibalah saatnya Allah memisahkan ruh dari ragamu. Luka ini begitu perih. Bukan karena perpisahan kita ini, teman. Bukan karena kedua anakmu yang menjadi piatu pula.  Tapi karena bisikan terakhirmu yang membuatku terluka.

Berhari-hari bahkan bertahun lamanya, setiap hari itu tiba, luka ini selalu terasa. Luka yang menjadi pembelajaran dan cambuk yang luar biasa bagiku. Pengingat tentang dirimu dan kata-katamu.

اللهم اغفرلها وارحمها وعافها واعف عنها...

Fatimah Ahmad Alhabsyi
1984 - 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar