Senin, 16 Oktober 2017

Haru Dengannya, Semoga Selamanya

Awal naik ke tahun ke 2 di pondok Pesantren Salman Al Farisi, Usamah jauh lebih mapan dan stabil. Sudah tidak ada lagi cerita sakit perut yang menandakan dirinya dalam kondisi stres, seperti beberapa kali kejadian dalam tahun pertamanya.

Tahun kedua ini, tidak hanya kemapanannya yang semakin stabil. Kemampuannya juga mulai stabil. Awalnya, dia serius mengejar target yang dibuatnya sendiri, padahal tidak mampu. Ketika saya tanya, jawabnya, "Aku ingin seperti Atsal, kakak kelasku. Tahun ketiga sudah hafal Al-Qur'an dan hafal kitab ini itu. InsyaAllah aku bisa!" Tatapan matanya penuh azzam.

Apa daya, kemampuannya tidak sebanding dengan Atsal yang memang diberi Allah kecerdasan tak terkira. Putus asa, semester kedua ditahun pertama, pencapaian Usamah malah mundur. Dari semester satu yang 7 juz, mundur jadi 3 juz. Berbagai usaha saya lakukan untuk menghibur hatinya. Sisanya, pasrahkan pada Allah setelah doa-doa dipanjatkan.

Tahun kedua ini, katanya mulai nambah lagi hafalannya. Saya sih tidak pernah menanyakan pencapaiannya kepada Usamah sendiri, takutnya dikira memberi target. Saya tanyakan kepada pembimbing halaqohnya, yang Alhamdulillah sangat komunikatif. Slow but sure. Yang penting jangan ada stres lagi. Sudah bisa enjoy dengan keadaan.

Lemarinya juga lebih rapih hehehe. Awal dulu merasa lemarinya kurang besar. Dibantu ustadz dan teman-temannya, bahkan sekarang bisa ada rongga untuk menyembunyikan makanan hahaha... Bukannya mau pelit ya, yang untuk berbagi sudah disiapkan. Adakalanya harus ada yang untuk pribadi juga. 

Keuangan juga lebih irit, meski sekarang tidak lagi bisa menabung katanya. Dulu uang jajan utuh, karena apa-apa ditanggung mama. Sekarang apa-apa beli sendiri kebutuhan. Walau sabun-sabun sudah saya suplai, ada saja kebutuhan lain yang masih kudu dibeli. Herannya, ketika ada penggalangan dana untuk teman yang sakit atau ketika musibah Rohingya, dari teman-temannya yang tidak sampai 100 orang itu bisa terkumpul banyak sekali. Lupa pasnya, yang jelas lebih dari 5 juta rupiah. Saya kaget, secara Usamah cuma saya bawakan uang pas dan lebihan tidak banyak. Berapa uang saku mereka?

Kata Ustadznya, orang tua tu kalau memberi anaknya tidak kira-kira. Ada yang simpanannya satu juta, bahkan ada yang sampai bisa berqurban. Padahal dari pondok hanya boleh memegang uang dua puluh ribu rupiah seminggu. Sisanya boleh diambil kalau ada kebutuhan khusus, beli seragam contohnya, atau beli susu, madu, dan lain-lain yang harganya lebih dari dua puluh ribu.

Maaf ya, Usamah. Saya melatihmu hidup nyata saja lah. Uang jutaan milik temanmu itu masih fiktif kalau hanya pemberian orang tua. Jelas saja mereka bisa menyumbang banyak, dan menjadi tidak spesial. Yang spesial itu, bila uangnya didapat dari hasil susah payah menabung, lalu diberikan kepada temannya yang membutuhkan atau kepada saudara-saudaranya di Rohingya misalnya. Lebih terasa pengorbanannya. 

Usamah juga punya kegemaran baru. Eh, lama ding, tapi mengalami upgrade.Dari kecil Usamah memang suka membaca. Awalnya, membaca komik Donal Bebek dan Doraemon. Meningkat, suka baca novel anak. Meningkat lagi, serial detektif Enid Blyton yang edisi lama hurufnya kecil-kecil. Sekarang, Alhamdulillah Masya Allah Tabarakallah, meningkat pesat membaca buku-buku agama. Banyak buku yang sudah dilahap habis. Tidak tanggung-tanggung, buku siroh nabawiyah yang tebalnya hampir 5cm sudah selesai dibaca. Hobinya mengeluarkan uang tabungannya semasa SD buat beli buku-buku bagus. Emaknya hanya bisa bersyukur dan bersyukur, sambil menahan haru yang menyebabkan air mata lebih sering menetes.

Saya punya ganjalan. Kata ustadznya, rata-rata 6 bulan disana sudah pandai bicara bahasa arab. Kok Usamah belum ada tanda-tanda ya? Jangan-jangan anaknya ketinggalan. Huhuhu.. emak mulai baper. Terkuak setelah Taufik magang disana. Ternyata Usamah sudah lancar bahasa arabnya, bisa ngobrol cas cis cus. MasyaAllah.. lagi-lagi emaknya haru sambil menangis mendengarnya.

Alhamdulillah ala kulli hal.

Disaat hati ini remuk redam meredam segela rasa, yang lebih banyak tak terungkapkan. Mungkin ini cara Allah menunjukkan kepada saya, bahwa saya harusnya lebih banyak bersyukur daripada mengeluh. Masih banyak kenikmatan yang bisa saya petik hasilnya, hasil kesabaran dan doa-doa. Allah tidak tidur. Allah Maha Tahu dan Adil.

Maka, saat ini, adalah saat yang tepat untuk memupuk lebih banyak kesabaran untuk Mus'ab, Rumaisha dan Abbas. Menahan semuanya, demi melihat hasil yang lebih baik kedepannya. Lebih baik untuk akherat mereka, dan saya sendiri tentunya.

Ya Allah, kumpulkanlah kami kelak di Jannah-Mu. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar