Semakin hari saya belajar, bahwa perasaan adalah wajar bagi siapapun yang bernama manusia. Wajar bila kita merasa sedih, kecewa, sakit, gembira, puas, bahagia, dan lain sebagainya
Perasaan, ini menurut saya pribadi, terbagi dalam dua jenis
1. Perasaan yang memang muncul sebagai reaksi dari peristiwa sebelumnya. Misalnya mendapat hadiah, muncul perasaan bahagia.
2. Perasaan yang sengaja dilarutkan. Contoh, Aslinya mungkin tidak sebahagia itu karena hadiah yang didapat kurang pas buat dirinya. Tapi ia mengingat betapa perhatiannya si pemberi, mungkin sudah sering dapat hadiah dari dia, atau karena dia adalah orang yang sangat dekat dan lain-lain, akhirnya hadiah tersebut membuatnya sangat bahagia.
Faham kan ya?
Perasaan sangat menentukan kesehatan. Karena perasaan tertentu bisa mengacaukan peredaran darah, atau bahkan memperlancar. Perasaan juga bisa membuat sakit-sakit lainnya seperti sakit maag misalnya.
Tapi menurut pendapat saya dari pengamatan terhadap diri sendiri, perasaan yang dapat berpengaruh pada kesehatan adalah jenis perasaan nomer dua. Yaitu perasaan yang berlarut atau luapan perasaan.
Jadi, kalau manusia terlalu memperturutkan perasaannya, maka hal tersebut bisa mempengaruhi kesehatannya. Baik positif maupun negatif.
Perasaan positif yang berlebih. Seumpama ketika saya pernah mendapat honor dari tulisan saya. Mata saya berseri-seri, bibir tersenyum lebar, dada berdebar-debar tapi tidak sakit. Karena perasaan positif ini mengalir ke seluruh tubuh. Badan rasanya segar, sehat dan stamina kuat.
Sebaliknya, ketika hati mendadak muncul perasaan kecewa atau sakit. Harusnya mwnjadi perasaan nomer satu. Tapi karena keadaan, jadilah ia perasaan nomer dua. Berlarut rasanya. Dan ternyata di badan pun kerasa. Kepala berat, badan pegel-pegel, asam lambung naik. Apalagi kalau perasaan yang berlarut adalah marah. Efeknya lebih merusak lagi.
Alhamdulillah, sedikit banyak saya sudah bisa mengontrol perasaan negatif. Meski ada kalanya berlarut, manusiawi. Namun saya sudah bisa mencegahnya sendiri. Karena terlalu menuruti perasaan negatif ini ternyata menimbulkan hal -hal yang akhirnya membuat dosa.
Diantaranya, menimbulkan prasangka-prasangka buruk berlebihan. Membuang waktu dan tenaga juga. Dan akhirnya dzolim kepada raganya.
Apa saja yang bisa saya lakukan untuk menghindari perasaan negatif yang berlarut?
1. Berusaha lapang dada. Berbesar hati menerima kenyataan. Ini nasehat abah yang masih saya pegang erat. Tidak boleh menilai orang berlebihan.
2. Mengingat-ingat bahwa ketika hati ini merasa sakit, kecewa, marah ada dosa-dosa yang terhapus. Dan itu mwmbuat saya lebih sabar.
3. Melakukan aktivitas lain secara sibuk. Bila tidak ada aktivitas lain, saya buka-buka medsos. Setelah sedikit lega, saya baca Al Qur'an sampai saya merasa lelah di badan tapi jiwa saya bahagia.
4. Dari dulu saya suka menulis dan ternyata itu terapi yang bagus. Dalam tulisan itu saya menceritakan detil peristiwanya lalu berusaha menyabarkan diri sendiri. Hasilnya bagus sekali. Dalam waktu singkat saya bisa kembali menata hati.
5. Memaafkan. Ini bagian tersulit menurut saya. Manusia memang cenderung tidak bisa adil menyikapi orang yang sudah menyakiti hatinya. Makanya, Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa sallam adalah contoh luar biasa, yang tetap menyuapi pengemis yahudi buta meski dia menghina Beliau. Kalau mengingat kisah itu, rasa-rasanya malu kalau tidak bisa memaafkan saudara sesama muslim.
6. Mengingat-ingat bahwa yang dosa adalah yang menyakiti. Sedang yang disakiti insyaAllah dapat pahala. Maka cukuplah menjadi ibroh bagi diri sendiri bahwa kejadian yang menimpa dirinya itu menjadi pelajaran bahwa ia tak boleh melakukan hal serupa. Orang lain akan merasakan hal tidak enak sebagaimana dirinya.
Dengan begitu, hati ini jauh lebih tertata. Lebih longgar dengan semua perasaan negatif. Saya sudah menganggapnya sebagai sebuah ujian atau tes yang apabila saya lolos, pahalanya besar.
Hey, ternyata perasaan berlarut itu menular lo. Iya, orang disekitar kita akan bisa merasakan aura perasaan dalam jiwa kita. Makanya saya selalu berusaha menata hati, karena saya tidak mau anak-anak merasakannya. Saya pernah sedikit murung, karena kesal. Anak-anak mendekati saya dan bertanya, kenapa ma. Kenapa ma. Saya kaget sekali. Ternyata aura marah saya terlihat. Akhirnya saya segera melucu didepan mereka agar mereka tahunya saya berpura-pura murung saja. Mereka pun tertawa bahagia. Dan itu bisa mengobati hati saya. Bahagianya anak-anak menulari hati saya. Alhamdulillah.
Makanya saya merasa bahwa orang yang menulari aura perasaan negatif pada anak-anaknya itu dzolim bin kejam. Jahat sekali. Anak-anak itu tidak tahu apa-apa, namun menjadi tidak enak perasaannya hanya karena tertular perasaan negatif orang tuanya yang tidak terkontrol.
Akhir kata, saya masih harus banyak belajar mengontrol perasaan yang berlarut. Apa karena perempuan ya, kok menurut saya perasaan itu sering muncul. Sering kali merasa lelah jiwa ini menata hati yang sedang porak poranda. Kalau sudah begitu, maka bisa segera ambil air wudhu, dan tumpahkan perasaan kepada Allah Ta'ala yang Maha Mengetahui dan Maha membolak balikkan perasaan. Saya yakin Allah akan menolong dan mencintai hambaNya yang mendekat kepadaNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar