Sabtu, 05 Desember 2020

Jadilah Serius!

Tekun dan bersungguh-sungguh memang harus ditanamkan sejak dini. 

Ada tugas dari sekolah. Maka dikerjakan dengan sungguh-sungguh jangan asal jadi. Ada ulangan, belajar semaksimal mungkin. Ada pelajaran yang tidak bisa, usahakan dengan berbagai jalan. Ada tugas menghafal, hafalkan semaksimal mungkin. 

Pokoknya kudu usaha maksimal. 

Apa berharap mendapat nilai tinggi? Ya jelas. Apakah nilai itu segalanya? Belum tentu. Nilai memang tidak menentukan sukses tidaknya seseorang di masa depan. 

Tapi dari usaha yang maksimal akan berpeluang lebih besar mendapatkan kesuksesan. 

Contoh : nilai yang bagus bisa masuk ke kampus favorit misalnya. Atau mau melamar kerja, pasti yang dengan nilai tinggi akan didahulukan setelah pertimbangan lain yang sama. Atau minimal nanti kalau ditunjukkan ke anaknya, "Lihat nak, nilai ibumu cemerlang."

Bagaimana kalau sudah  berusaha maksimal tapi tetap tidak bisa mendapatkan nilai tinggi? Ya tidak apa-apa. Itu sudah takdirnya. Bukan berarti tidak akan sukses. Jalan suksesnya nanti berbeda. 

Yang terbiasa berusaha maksimal akan menunjukkan karakter yang bagus. 

Nanti kalau bekerja apapun akan berusaha maksimal. Beberes rumah juga sungguh-sungguh. Cuci piring juga bersih. Nyapu juga bersih, bagian bawah tidak dilewatkan. Mendidik anak juga sungguh-sungguh. Tidak asal kenyang dengan makan seadanya dan asal anteng dikasi tontonan hape dan televisi. Usahanya akan maksimal.

Mau bisnis juga akan sungguh-sungguh. Mau jadi dokter juga akan sungguh-sungguh. Jadi karyawan pun juga akan jadi karyawan yang bersungguh-sungguh.

Ibadah juga akan dikerjakan dengan sebaik mungkin. Wudhu dengan tertib dan rapi. Sholat dengan khusyuk. Dan semua ibadah lain yang akan dikerjakan dengan serius dan sungguh-sungguh.

Apakah anak yang sungguh-sungguh belajar adalah anak yang tidak bahagia? -- ini statemen dari mana sumbernya?

Bahagia itu kalau menjalankan kehidupan dengan ikhlas, sadar diri, dan penuh semangat. 

Ayah yang bekerja dari pagi sampai sore, ibu yang momong anak banyak plus masak plus bebersih rumah, apakah tidak bahagia? Jawabannya adalah tergantung mindsetnya.

Ayah yang bekerja keras akan bahagia karena dia sadar ini adalah kewajiban, dan hasilnya akan dinikmati anak istrinya. Kalau dianggap beban, dengan kerja yang sama, maka akan menjadi stres. Menganggap tugasnya terlalu banyak. 

Ibu yang momong anak banyak dan seabrek tugas rumahnya akan menjalani hari-harinya dengan bahagia bila ia sadar bahwa ini kewajibannya yang akan menghasilkan pahala besar dan anak-anak yang tumbuh menyenangkan. 

Ini soal manajemen mindset. 

Maka sama juga dengan anak-anak, bila mereka belajar pelajaran sekolah, mengerjakan aneka tugasnya yang mungkin terlihat banyak, tapi dengan kesungguhan hati yang ditanamkan orang tuanya bahwa belajar adalah kewajiban setiap muslim, bahwa belajar adalah anak tangga yang harus dilewati untuk mencapai kesuksesan dunia akhirat, maka anak-anak akan bahagia, tidak stres. 

Toh tetap ada waktu istirahat bagi anak-anak untuk bermain di sela-sela mengerjakan tugasnya.

Jadi, tetaplah menjadi serius untuk semua hal. Kerjakan sungguh-sungguh semaksimal mungkin. Apapun itu, jangan disepelekan. Tidak ada kata terlambat untuk mengubah diri menjadi lebih baik.

Ini pendapat saya pribadi, mohon maaf bila ada yang tidak sependapat.

Tambahan : 

Ada banyak kisah orang sukses yang bersungguh-sungguh usaha sejak masih anak-anak. Dan mereka bahagia. Imam Nawawi, malah menangis ketika diajak bermain teman-temannya. Imam Syafi'i hafal Al-Qur'an usia 7 tahun dan hafal Al Muwatho' dengan ribuan haditsnya di usia 10 tahun. Imam Ahmad yang diantar ibunya dari pinggir kota ke masjid tengah kota untuk belajar setiap hari. Imam Malik yang rambutnya diminyaki dan diberi pakaian bagus untuk belajar sungguh-sungguh. 

Apakah mereka stres dan tidak bahagia??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar