Sabtu, 24 Mei 2014
Nilai Dimata Abah
Sedikit cerita tentang nilai rapor
Dulu waktu SMP, saya harus turun peringkat kelas karena menolak mengikuti cerdas cermat P4. Alasan guru mengikutkan saya karena yang diajak adalah peringkat 1, 2, dan 3. Saya menolak mentah-mentah, karena buku pertama yang harus dihafal setebal 5cm dan semua hanya tentang P4. Masih ada buku kedua, ketiga, dan selanjutnya.
"Saya memilih menghafal Al-Qur'an dibanding menghafal buku-buku ini, Pak," kata saya waktu itu. Saya juga menolak saat secara sepihak dimasukkan grup paduan suara untuk upacara 17 Agustus yang akan dilakukan bersama pejabat balaikota.
Karena itulah peringkat saya jadi turun drastis.
Apa komentar Abah? "Yang penting pelajaran utama kamu bisa memahami, itu sudah cukup. Kita mencari ilmu, bukan mencari peringkat."
Waktu SMA, kejadian semacam ini terulang. Saat ujian praktek sholat, guru penguji tidak melihat saya sedikitpun. Dia sibuk berkutat dengan kertas-kertas didepannya. Ketika saya selesai, beliau berkomentar.
"Sholat kok cepat-cepat." katanya.
"Maaf, Bu, tapi dari tadi saya perhatikan ibu tidak melihat saya. Ibu asyik mengerjakan tugas ibu, jadi saya kelihatan cepat. Saya tidak keberatan mengulang, Bu." kata saya.
Eh, beliau malah marah, dan akhirnya terpampang nilai C di lembar ijazah untuk praktek sholat.
Apa komentar Abah? "Allah lebih tahu kualitas sholatmu." kata Abah sambil tersenyum, tidak terlalu peduli dengan nilai yang terpampang pada selembar kertas.
Dari situ saya bisa lebih memahami, bahwa penilaian manusia sungguh tidak ada apa-apanya. Jauh lebih bernilai penilaian Allah Ta'ala.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar