Rabu, 12 April 2017

Saya Berbeda, dan Saya Bangga




Sejak kecil, saya memang telah menjadi berbeda. Pada saat itu saya masih usia SD. Kemana-mana saya telah dibiasakan berhijab rapi. Pakaian pergi adalah celana panjang baju lengan panjang, atau gamis, lengkap dengan hijabnya. Walaupun pergi bermain sekalipun, saya menggunakan pakaian lengkap. Teman-teman banyak yang bertanya atau sekelas ‘bully’

“Ga panas kah? Bikin ruwet! Kamu ga bisa bebas lari! Bias lompat ga?” Pada saat itu saya jawab dengan action nyata (hayaah… ) semua permainan selalu saya menangkan. Kejar-kejaran, lompat tali, engklek, gobak sodor, kasti, dan lain sebagainya. Tidak ada hambatan sama sekali. Saya menikmatinya.

Sering juga diketawakan oleh orang dewasa. Saya dengan polosnya berkata, “Kenapa kamu ga segera bersiap? Mau pergi sekarang loh.” Padahal yang saya Tanya tuh sudah siap, tapi memang tidak berhijab, jadi saya sangka belum siap. Hehehe…

Beranjak remaja, saya juga berbeda. 

Sudah menjadi biasa anak usia smp pergi ke Matahari (saat itu belum ada mall, yang terkenal hanya Luwes dan Matahari), sendiri atau bersama teman-teman saja. Saya? Ketika izin Abah, malah dapat jawaban ekstrim,

“Berani kamu pergi sendiri atau sama teman, Abah gantung dirimu!”

Saya takut dan patuh. Nyatanya, saya juga sering diajak ke Matahari sama Mamah, dan jalan-jalan ke resto juga. Sering jajan sate atau bakso lalu dimakan bersama dirumah. Saya menikmatinya. Bahkan sampai sma atau kuliah sekalipun saya tidak pernah pergi bersama teman-teman untuk sekedar jalan-jalan. 

Memasuki usia dewasa, saya semakin terasa berbeda. 

Saya pendiam, tidak terlalu banyak bicara. Apalagi ketika berkumpul banyak orang, saya hanya sebagai pendengar setia. Bila ditanya, saya pun menjawab. Bukan malu-malu. Hanya memang beginilah saya. Tidak terlalu pandai merangkai kata ketika berbicara.
Tapi bila dengan teman dekat, saya juga bias asyik ngobrol kok. Cuma kadang tema nya yang membuat suasana kurang seru. Saya tidak suka membicarakan orang lain. Lebih condong ke tema pendidikan anak, milih sekolah, diskon di supermarket, atau obat. Sejenis itulah. Beberapa menganggap saya terlalu serius. 

Pernah, saya berada dalam sekumpulan orang yang asyik sekali membicarakan aib banyak orang. Si A begini, si B begitu. Mereka asyik sekali dan tertawa terbahak-bahak. Tapi saya merasa telinga saya panas. Dada saya sesak. Sampai-sampai saya menganggap diri saya sedang sakit. Nyatanya setelah saya pamit, gejalanya berangsur menghilang. Astaghfirullah.. rupanya itu peringatan supaya saya cepat pergi dari situ. 

Atau dengan kenalan baru. Biasa aja saya memperkenalkan diri. Tanya-tanya tentang kehidupan dan lain-lain yang standar. Kalau ada anak, pembahasannya bias lebih seru.

Nah, disini masalahnya adalah ketika ada pembanding. 

Ada seseorang yang diberi kelebihan Allah sangat pandai berkata-kata. Heboh. Menyenangkan, katanya. Mudah bergaul dengan siapa saja. Dimana-mana selalu lebih banyak jadi pembicara ketimbang pendengar. Kebalikan lah kalau sama saya. 

Apakah saya iri? No way. Saya menikmati diri saya apa adanya. Sekali-kali baper ketika ada seseorang yang lebih dulu kenal dengan saya tapi lebih akrab dengan dia. Bahkan sampai saling kirim mengirim makanan segala. Ternyata, orang ini juga suka mengirim makanan ke teman-temannya. Lah kalau saya ya mana sanggup? 

Kebetulan, ketika menulis ini sedang muncul bapernya. Hihihi. Tapi, tidak apa-apa. Saya menulis untuk mengobati hati. Namanya juga manusia, perempuan pulak. Hatinya lemah. Maka menulis inilah untuk menguatkan diri.

Saya, Sholihah binti Ja’far Baraja. Saya berbeda dengan kebanyakan orang, saya menikmatinya, dan saya bangga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar