“Ga panas kah? Bikin ruwet! Kamu ga bisa bebas lari! Bias lompat
ga?” Pada saat itu saya jawab dengan action nyata (hayaah… ) semua permainan
selalu saya menangkan. Kejar-kejaran, lompat tali, engklek, gobak sodor, kasti,
dan lain sebagainya. Tidak ada hambatan sama sekali. Saya menikmatinya.
Sering juga diketawakan oleh orang dewasa. Saya dengan
polosnya berkata, “Kenapa kamu ga segera bersiap? Mau pergi sekarang loh.”
Padahal yang saya Tanya tuh sudah siap, tapi memang tidak berhijab, jadi saya
sangka belum siap. Hehehe…
Beranjak remaja, saya juga berbeda.
Sudah menjadi biasa anak usia smp pergi ke Matahari (saat
itu belum ada mall, yang terkenal hanya Luwes dan Matahari), sendiri atau
bersama teman-teman saja. Saya? Ketika izin Abah, malah dapat jawaban ekstrim,
“Berani kamu pergi sendiri atau sama teman, Abah gantung
dirimu!”
Saya takut dan patuh. Nyatanya, saya juga sering diajak ke
Matahari sama Mamah, dan jalan-jalan ke resto juga. Sering jajan sate atau
bakso lalu dimakan bersama dirumah. Saya menikmatinya. Bahkan sampai sma atau
kuliah sekalipun saya tidak pernah pergi bersama teman-teman untuk sekedar
jalan-jalan.
Memasuki usia dewasa, saya semakin terasa berbeda.
Saya pendiam, tidak terlalu banyak bicara. Apalagi ketika
berkumpul banyak orang, saya hanya sebagai pendengar setia. Bila ditanya, saya
pun menjawab. Bukan malu-malu. Hanya memang beginilah saya. Tidak terlalu
pandai merangkai kata ketika berbicara.
Tapi bila dengan teman dekat, saya juga bias asyik ngobrol
kok. Cuma kadang tema nya yang membuat suasana kurang seru. Saya tidak suka
membicarakan orang lain. Lebih condong ke tema pendidikan anak, milih sekolah,
diskon di supermarket, atau obat. Sejenis itulah. Beberapa menganggap saya
terlalu serius.
Pernah, saya berada dalam sekumpulan orang yang asyik sekali
membicarakan aib banyak orang. Si A begini, si B begitu. Mereka asyik sekali
dan tertawa terbahak-bahak. Tapi saya merasa telinga saya panas. Dada saya
sesak. Sampai-sampai saya menganggap diri saya sedang sakit. Nyatanya setelah
saya pamit, gejalanya berangsur menghilang. Astaghfirullah.. rupanya itu
peringatan supaya saya cepat pergi dari situ.
Atau dengan kenalan baru. Biasa aja saya memperkenalkan
diri. Tanya-tanya tentang kehidupan dan lain-lain yang standar. Kalau ada anak,
pembahasannya bias lebih seru.
Nah, disini masalahnya adalah ketika ada pembanding.
Ada seseorang yang diberi kelebihan Allah sangat pandai
berkata-kata. Heboh. Menyenangkan, katanya. Mudah bergaul dengan siapa saja. Dimana-mana
selalu lebih banyak jadi pembicara ketimbang pendengar. Kebalikan lah kalau
sama saya.
Apakah saya iri? No way. Saya menikmati diri saya apa
adanya. Sekali-kali baper ketika ada seseorang yang lebih dulu kenal dengan
saya tapi lebih akrab dengan dia. Bahkan sampai saling kirim mengirim makanan
segala. Ternyata, orang ini juga suka mengirim makanan ke teman-temannya. Lah kalau
saya ya mana sanggup?
Kebetulan, ketika menulis ini sedang muncul bapernya. Hihihi.
Tapi, tidak apa-apa. Saya menulis untuk mengobati hati. Namanya juga manusia,
perempuan pulak. Hatinya lemah. Maka menulis inilah untuk menguatkan diri.
Saya, Sholihah binti Ja’far Baraja. Saya berbeda dengan
kebanyakan orang, saya menikmatinya, dan saya bangga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar