Selasa, 16 Mei 2017

Mempersiapkan Masa Depan

Alkisah,

Ketika saya mengantri beli lotek, ada beberapa anak sd yang merubung. Mereka berebut es teh beku dalam termos. Ketika akhirnya ada seorang anak laki-laki yang dari badannya kira-kira kelas 5 SD, ternyata tidak kebagian es nya. Lalu terdengar umpatannya "Ki*rik, a*u" (keduanya artinya anjing dalam bahasa jawa, sangat kasar).

Kami para orang tua yang antri lotek dan lutis, menghela nafas panjang. Miris. Apalagi mendengar lanjutan percakapan teman-temannya mengomentari.

"Wah jan kasar tenan, nyat bojone A (saya lupa) ngono kuwi.. podo wae karo A.."
(Wah kasar sekali, memang suaminya si A begitu itu, sama saja dengan si A)

"Hahaha malah cocok no"

"La nek bojomu piye? Aku rung nduwe bojo"
(Kalau suamimu gimana? Aku belum punya suami)

"Bojoku apikan.. pinter sisan.."
(Suamiku baik, pintar lagi)

Lanjutannya sudah ga terlalu saya dengarkan karena lotek saya sudah jadi. Sambil memberikan uang kembalian saya, bapak penjual loteknya memberi tahu saya.

"Jangan heran, mbak. Anak-anak di sd X memang bodoh-bodoh. Ya begitulah jadinya."

Hal ini membuat saya sedih. Apa jadinya bila anak-anak ini dibiarkan tanpa ada yang mau menyentuh mereka.  Saya bayangkan mereka tumbuh besar dengan tanpa perubahan pola pendidikan.

Maafkan saya bila saya merasa mereka akan menjadi orang-orang yang tidak bisa membaca kebenaran seperti kebanyakan yang ada saat ini. Yang ketika disuru nangis bombay dengan bayaran berapapun akan berangkat. Disuru ikutan demo dengan iming-iming nasi bungkus pun mau-mau saja. Diajak membela tokoh yang jelas-jelas salah pun mengangguk bak kerbau dicocok hidungnya.

Atau mereka akan jadi orang yang mengeluarkan kata-kata kasar di sosmed. Militan membela yang jelas salah tanpa tahu akibatnya di akherat. Yang harusnya jadi penghuni jamban bisa keluar dari mulut.

Belum lagi urusan sex dan narkoba. Iming-iming semurah apapun akan diraih, apalagi iming-iming besar.

Tumbuh tanpa prinsip dan harga diri.

Bukan saya mau jadi peramal. Tentu saja doa hidayah dan petunjuk saya lantunkan langsung untuk anak-anak tadi. Banyak juga yang masa kecilnya suram, masa depannya cerah. Hidayah Allah siapa yang tahu.

Tapi batin saya berontak. Harus ada yang merengkuh mereka. Harus ada yang membimbing mereka. Orang tua mereka tak lagi bisa mengubahnya karena kebanyakan masyarakat awam sibuk bekerja keras demi membayar iuran listrik dan harga bawang dan cabe yang gila-gilaan.

Bukan waktunya lagi saling menyalahkan. Sekarang waktunya bangkit.

Tapi apa daya. Saya juga tidak bisa bergerak sendiri. Namun setiap mengajak siapapun untuk merealisasi ide ini, banyak yang tidak mau.

"Saya repot bekerja"
"Saya sudah mengisi majlis taklim disana sini. Jadwal saya penuh."
"Saya sibuk ini itu"

Sama sekali saya tidak bisa menyalahkan. Bukankah saya harus husnudzon dengan 70 alasan dengan saudara saya sesama muslim?

Tapi bagaimana nasib mereka? Tidak ada yang membina dan membimbing mereka. Mereka haus ilmu dan sentuhan. Mereka "dehidrasi" akan penguatan aqidah dan penebalan iman. Apatah lagi perbaikan akhlak.

Adanya, kalau sudah terdengar kalimat dan perbuatan tidak baik, sibuk menyalahkan orang tua lah, televisi lah, lingkungan lah, sampai menyalahkan presiden.

Salah siapa kalau memang orang tua nya tidak membimbing dengan baik karena mereka tidak tahu ilmunya. Salah siapa kalau mereka tidak sekolah di sekolah islam kalau memang tidak kuat membayar. Sekolahnya tidak bisa disalahkan karena mereka swadana juga.

Jadi bagaimana?

Bukannya ketika mereka tumbuh besar, mereka inilah yang akan jadi penghalang? Mereka inilah yang akan jadi tembok besar bagi kita untuk maju. Mereka melindungi yang membayar mereka. Mereka tumbuh mengikuti arah angin yang meniup mereka. Tak tentu arah.

Jadi, mengapa tak kita siapkan saja sejak dini, membimbing mereka, anak-anak yang (maaf) tidak beruntung tanpa sentuhan kasih sayang apatah lagi aqidah?

Ide saya, adalah menyiapkan pondasi anak-anak. Pengajian jangan ibu-ibu tua saja. Tapi membimbing anak-anak itu lebih menimbulkan efek baik jangka panjang.

Pengajian bagi anak-anak.

Duh, gimana memulainya ya? Yang jelas pertama harus mengumpulkan dan membriefing pengajarnya. Menjelaskan konsep yang telah disusun rapi. Lalu menembusi pak RW dan pak RT, agar diizinkan dan kalau perlu dibantu mengumpulkan anak-anaknya.

Materi tidak membosankan tapi sarat ilmu. Penuh hadiah-hadiah. Sesekali diadakan kegiatan. Diikutkan ke aneka lomba-lomba penyemangat.

Apakah ini tugas sendirian? Bukan!

Ini tugas berjamaah. Mempersiapkan masa depan anak-anak demi terciptanya lingkungan dan masyarakat yang damai, tentram, dan baik agamanya adalah tanggung jawab semua umat islam. Coba tanyakan pada diri sendiri, peran apa yang sudah kita berikan pada masyarakat?

خيركم انفعهم لنّاس
Sebaik-baik kalian adalah yang bermanfaat bagi manusia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar