Yah, memang saya sedang berjuang mengatasi hati kok mudah sekali baper.
La gimana lagi, kelihatan didepan mata. Dan saya juga sudah berdoa minta dikuatkan hati yang lemah ini. Karena tidak ada daya dan kekutan kecuali atas kehendakNya.
Kok bisa ya, lebaran yang baru saja bermaaf-maafan sudah membuat orang harus menahan rasa.
Orang pertama bicara dengan lantangnya, kalimat yang jelas-jelas menyindir saya. Super jleb rasanya. Tapi saya belajar dewasa, untuk tidak menanggapi. Tapi, kok hati ini menyisakan rasa tidak suka? Apa saya benar-benar memaafkan ya? Saya maafkan kok. Dia emang suka ceplos kalau bicara. Suka lupa juga kalo yang diajak bicara gampang baper. 😅😅
Yang kedua, parah. Tidak ada senyumnya. Tidak ada sapaan. Ketemu cuma mengucapkn minal aidin sudah. Setelah itu kembali melengos. Allahu Robbi.. betah sekali ya bertahun-tahun seperti itu. Dulu saya pernah seperti itu. Ketika dinasehati, Alhamdulillah mau menerima. La yang ini, kok betah banget.
Saya harus mencintai padahal dia membenci saya. Bagaimana rasanya mencintai orang yang membenci diri saya? Cuma saya yang tahu. Saya udah bolak balik memaafkan. Yang tadi pagi juga saya maafkan. Tapi hati ini tetap sakit. Apa saya kurang ikhlas? Entahlah.
Ketiga, manusia sejenis kedua. Ketemu di rumah orang lain, melotot dan berbicara lantang menghina ponakan saya. Saya dengar-dengar, kalimat yang muncul kok ga ada yang nyaman di dengar telinga.
"Wah kalo saya ga mau bikin kue kering, mending waktunya saya gunakan untuk mengaji lah.. kan bulan romadhon"
Mengatakannya didepan orang yang baru saja selesai cerita bahwa dia bikin kue itu sendiri dengan bangga.
Saya yang pihak lain, rasa-rasanya panas ditelinga. Nyesek di hati. Lah gimana si empu rumah yang dikatain ya? Padahal disitu ada anak tuan rumah yang bakul kue alias jualan kue yang dibuatnya sendiri.
Hawa panas..
Mengapa Allah mempertemukan kita dengan orang-orang yang membuat kita ga suka? Mungkin ini juga ujian. Allah ingin menilai sikap kita menghadapinya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar