Selasa, 10 Juli 2018

Seri Kangen Mimah - Fatimah Ahmad atau Mimah

Mengenangnya

Semoga perasaan ini manusiawi, ketika hati merasa sedih kehilangan seorang teman. Dan hari  ini, setelah hampir 5 tahun berlalu, rindu ini sedang muncul dihati.

Benar-benar teman yang baik, yang kemudian jadi sahabat. Teman sekelompok bermain dan belajar sejak SD. Bahkan teman sebangku yang walau sudah berpencar duduknya, selalu ingin duduk sebangku lagi. "Rasanya ga ada teman ngobrol se-seru kamu. Yang lainnya tidak nyambung."

Karena yang lain bahas artis-artis, kamu malah bahas isi buku. Kan tidak nyambung. Yang lain mengenal aneka merk make-up saat itu, kita malah baru kepo setelah disebut namanya oleh teman yang lain. Boro-boro mau coba, setelah tahu harganya, kita tertawa-tawa, menertawakan harganya walau dihati miris, mau beli ga ada uangnya.

Teman-teman yang lain tidak ada yang membaca buku segila kita. Menemukan buku baru seperti menemukan harta karun. Enid Blyton, Sweet Valley Twins, Girl Talk, The Baby Sitter Club dan sebagainya. Kita bahkan berulang kali membaca Rumah Beratap Merah, membahasnya berhari-hari, tokoh per tokohnya. Uniknya, kita sama-sama tidak terlalu suka komik. Hanya ada beberapa judul dan itupun biasa saja. Sekedar kekurangan bacaan karena novel sudah kita baca semua.

Kita juga pernah mencari uang dengan menyewakan buku-buku koleksi kita. Tapi tidak lama. Karena mereka yang tidak terlalu suka buku tidak bisa merawat buku dengan baik. Akhirnya kita hentikan daripada banyak yang rusak atau hilang.

Maksudnya, uangnya mau kita gunakan untuk menyewa buku di Kidul Gading. Namanya apa ya persewaan buku disana? Biasanya kita irit-irit uang saku supaya hari sabtu bisa sewa buku agak banyak. Kemudian saling tukar buku.

Kita menyukai musik yang sama waktu itu. Westlife, Backstreet Boys, The Moffat, MLTR (Michael Learn To Rock) dan boy band lainnya. Suka secara sederhana saja, sekedar sesekali mendengarkan. Tapi kalau suru beli kasetnya, atau posternya, kita malah memilih beli buku saja. Kasetnya mending pinjam teman yang lain hehehehe..

Kita saling mengucapkan selamat ulang tahun, karena memang tanggal lahir kita selisih beberapa hari dalam bulan dan tahun yang sama. Saling mengirimkan kartu ucapan lewat pos, walau disekolah duduknya sebangku. Sesekali kalau ada uang, kita juga saling tukar hadiah. Sederhana sih, kadang pensil mekanik. Kadang buku tulis. Padahal sudah SMP waktu itu. Tapi kita enjoy dan gembira.

Kita juga nyambung dengan pelajaran. Rangking kita selisih sedikit saja. Bila ada ulangan, kita berangkat awal untuk belajar bersama disekolah. Serunya bila ujian caturwulan (sekarang semesteran), jawabannya kita tulis diselembar kertas kecil untuk kemudian kita cocokkan. Menerka-nerka berapa nilai ujian kita. Kita sama-sama suka matematika dan bahasa inggris.

Setelah berpisah di SMA dan seterusnya, kita masih keep in touch. Komunikasi tetap jalan. Ga jarang kita telpon interlokal satu jam, menghabiskan pulsa puluhan ribu karena kamu di jakarta. Bahasannya ganti dunia rumah tangga dan parenting. Kita selalu nyambung.

Dan ketika Allah mengujimu dengan sakit dan akhirnya kamu berpulang, maka ada ruang yang hilang dalam hati ini. Belum ada yang bisa gantikan sahabat dengan tema pembicaraan yang selalu sama. Kesederhanaan yang sama. Tahu batasan yang sama.

Meski tetap ada perbedaan yang nyata diantara kita, jelas dan semakin terang, kita tak pernah sekalipun membahasnya. Tahu mana yang bisa kita bicarakan, dan mana yang sebaiknya tidak kita bahas tanpa ada kesepakatan apa-apa. Sama-sama tahu diri.

Ketika kamu berpulang, kamu masih menyisakan oleh-oleh berupa pelajaran yang amat sangat berharga buat diriku. Yang akan kukenang sepanjang masa. Masih teriang-iang isak tangismu, dan kata-katamu yang bangga ketika aku beri kabar bahwa aku hamil lagi, namun kau sisipkan betapa inginnya kau hamil juga. Qadarullah.. beberapa hari setelah pertemuan terakhir kita yang nano-nano itu, kau berpulang.

Belum ada yang bisa mengerti diri ini seperti dirimu, sahabat. Di dunia ini, seperti dirimu juga, bahkan suami tetap berbeda dari peran sahabat. Kita saling menguatkan, namun kini aku sendiri. Kita saling mengingatkan, namun kini aku sendiri. Berusaha ingat dan kuat, tanpamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar