Sabtu, 15 September 2018

Menyebarkan/Share Pesan

Saat ini, banyak sekali broadcast message yang menyebar. Ada yang berisi nasehat bagus, ada pula yang isinya hadits-hadits dhoif. Ada pula yang memberi semangat, ada pula yang isinya "sebarkan sebarkan" padahal kosong tanpa ada sesuatu yang penting didalamnya.

Menyebarkan kebaikan tentu baik sekali. Apabila kebaikan itu menjadi inspirasi dan dilakukan oleh orang lain, tentu berpeluang menjadi pahala jariyah. Apalagi bila pesan tersebut di sebarkan lagi. Akan menjadi pahala yang datang dari arah yang tidak kita ketahui. Menyenangkan sekali. Menggiurkan.

Karena tergiur oleh pahala itu tadi, banyak yang akhirnya melakukan 'pesan berantai', terutama dalam grup whatsapp ataupun broadcast. Semua yang diterima langsung disebarkan. Apakah itu benar atau tidak, yang kelihatannya baik menurut kacamatanya sendiri, langsung klik copy-paste.

Padahal Rosulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam telah mengingatkan kita

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِع

َ ”Cukuplah seseorang dikatakan berdusta, jika ia menceritakan setiap yang dia dengar.” (HR. Muslim).

Imam Malik –semoga Allah merahmati beliau- mengatakan,

”Ketahuilah, sesungguhnya seseorang tidak akan selamat jika dia menceritakan setiap yang didengarnya, dan dia tidak layak menjadi seorang imam (yang menjadi panutan, pen), sedangkan dia selalu menceritakan setiap yang didengarnya. (Dinukil dari Muntahal Amani bi Fawa’id Mushtholahil Hadits lil Muhaddits Al Albani)

Selalu menyebarkan setiap berita benar yang didengar saja dikatakan sebagai pendusta. Apalagi bila beritanya ternyata tidak benar alias hoax. Maka dari itu, pentinglah kita untuk melakukan tabayyun, atau mencari tahu kebenaran tentang adanya suatu berita.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al Hujurat: 6).

Saat ini, pesan berantai ini sangat sulit ditelusuri. Tidak diketahui siapa yang pertama  kali membuatnya. Apakah yang membuatnya adalah orang yang jujur sehingga bisa kita percaya, ataupun orang fasik atau bahkan kafir yang tidak bisa kita percaya.

Jadi kalau ada pesan yang tidak jelas sumbernya sehingga tidak bisa kita telusuri, bagaimana sikap kita sebaiknya?

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47

Ya, DIAMKAN SAJA. Dengan tidak menyebarkan sebuah berita yang tidak jelas, yang belum tentu pahalanya tapi jelas dosanya, maka kita berpotensi menyelamatkan "lisan" kita. Bukankah setiap kata yang kita ketik merupakan penerus dari lisan kita? Peribahasa pun mengalami pergeseran, dari "mulutmu harimaumu" menjadi "jarimu harimaumu". Karena hari ini orang yang pendiam belum tentu benar-benar pendiam, dengan aktifnya dia menyebarkan berita-berita di grup whatsap atau broadcast maka tidak bisa dikatakan pendiam. Sungguh dia cerewet sekali pada dasarnya.

Bagaimana bila sudah terlanjur menyebarkan berita yang tidak jelas atau bahkan berita dusta?

Ketika sudah tersebar di forum/group, berikan penjelasan di forum/group yang sama bahwa berita itu dusta. Agar anda bisa lepas dari tanggung jawab.

Bagi mereka yang pernah menyebarkan kesesatan, kemudian bertaubat, dia berkewajiban untuk menjelaskan kepada masyarakatnya, tentang kesesatan yang pernah dia ajarkan.

Allah menjelaskan,

إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. al-Baqarah: 160)

Sekali lagi saya mengingatkan, untuk tidak bermudah-mudah menyebarkan suatu berita. Sungguh amat berat pertanggungjawabannya.

Dalam hadis dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلاَثًا قِيلَ وَقَالَ ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ

Sesungguhnya Allah membenci 3 hal untuk kalian: [1] menyebarkan berita burung (katanya-katanya); [2] menyia-nyiakan harta; dan [3] banyak bertanya. (HR. Bukhari 1477 & Muslim 4582).

Terlebih ketika berita itu bisa bikin geger di masyarakat. Allah mencela orang yang suka menyebarkan berita yang membuat masyarakat ribut. Dalam al-Quran, Allah menyebut mereka dengan al-murjifuun (manusia pembuat onar)

Na'udzubillahi min dzalik.
Allahu A'lam bish showab.

Sholihah Baraja,
Dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar