Senin, 03 Februari 2020

Persembahan Terakhir Buat Abah - Part 7 Aku Beruntung Punya Abah

Saya sungguh beruntung

Dulu, Abah sering menasehati. Kalau salahnya parah, ya dimarahi. 

Ya, saya beberapa kali kena marah abah. Sejak saat itu hingga detik ini, rasa syukur di dada kian bertambah. Betapa beruntungnya saya, punya Abah yang penuh perhatian dan mau marah kepada saya anaknya. Mau meluruskan bila saya salah.

Dan rasa syukur ini kian bertambah dan bertambah, manakala saya lihat betapa banyak para ayah yang tidak mau meluruskan anaknya yang salah. Entah karena tidak tahu atau memang malas ribut.

Malas ribut, enggan dengan masalah, adalah masalah besar. Begitu kata abah. Inginnya terlihat damai, rukun. Jadi ketika ada yang salah, enggan saling meluruskan. 

"Nanti malah ribut."
"Nanti aku dimusuhi."
"Pekewuh."

Padahal, dalam Al Qur'an (nanti dicek surat apa ya) ada ayat yang menjelaskan bahwa semua hubungan di dunia ini, orang tua dan anak, kakak adik, akan saling menyalahkan di akherat. Akan saling menuntut. Mengapa di dunia ketika mereka salah tidak mau meluruskan. Kecuali orang-orang yang bertakwa.

Marahnya abah bukan marah yang penuh luapan emosi, memukul, berteriak, dan sebagainya. Tapi saya diajak bicara empat mata dan ditunjukkan kesalahan saya dimana, dengan suara yang tegas. Saya kan anak perempuan, hati sudah luluh kalo ditegasi semacam itu. 

Dan saya terbiasa patuh. Tidak pernah sekalipun saya melawan abah. Pernah abah marah, padahal saya benar. Saya diam saja saat itu. Ketika abah tahu, abah meminta maaf secara pribadi. Tidak ada yang tahu saat itu.

Abah, tidak hanya berdakwah pada ummat, tapi juga berdakwah pada anak-anaknya.

Saya sungguh sangat beruntung. Dan saya ingin membagi keberuntungan ini dengan anak-anak saya, dan anak-anak siapa saja yang mau. Tunjukkan kesalahan anak-anak dengan cara yang ma'ruf. Saat itu mereka mungkin tidak suka, tapi semoga suatu hari mereka akan merasa beruntung juga seperti saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar