Ahad, 3 November 2019
Beberapa hari ini Abah sakit gigi. Wajahnya lesu, dan hanya mau berbaring saja. Wajar sih, namanya sakit gigi memang menyakitkan.
Tapi kali ini sakitnya ditambah ada semacam benjolan di leher bagian atas. Abah pergi ke dokter Nana dan bertanya ini benjolan apa. Kata dokter, kalau diberi obat tidak kempes, artinya ini serius. Ternyata setelah ke dokter gigi, yaitu drg. Bambang, benjolannya diketahui berasal dari sakit giginya Abah.
Dokter menyarankan untuk diambil, sekalian mencabut gigi Abah yang bermasalah. Abah masih ragu. Abah banget itu, sangat tidak suka dengan rumah sakit.
Tapi sore ini benjolannya mengeluarkan darah dari leher. Abah di bawa ke RS dr OEN solo baru. Darahnya dibersihkan, dokter mengultimatum agar benjolan segera diambil.
Melihat raut wajahnya, Abah nampak tegang. Kasihan sekali..
Senin, 4 November 2019
Abah akhirnya memutuskan mau diambil benjolannya.
Tanpa menunggu lama, mamah segera menyiapkan perlengkapan untuk opname. Diantar kak Anwar, mereka pun berangkat ke rumah sakit.
Operasi dijadwalkan besok pagi. Malam hari Abah dipersiapkan. Kumis dicukur, jenggot dipendekkan. Bagian leher jenggotnya juga dibersihkan agar bisa digunakan untuk operasi.
Abah bercanda dengan perawat yang mencukurnya. Khas Abah banget.
Selasa, 5 November 2019
Pagi-pagi aku bergegas ke rumah sakit. Abah terjadwal masuk ke kamar operasi jam 9. Aku ikut mendorong bed Abah ketika dibawa ke kamar operasi.
Setelah Abah masuk, aku pamit pulang untuk mengurusi kajian. Kebetulan, kajiannya diadakan ditengah rumah Mamah karena ruang kajian direnovasi. jadi butuh pengawasan lebih.
Sampai sore hari pun aku belum bisa kembali ke rumah sakit. Alhamdulillah operasi berjalan lancar. Abah sore harinya sudah bisa duduk. Ada beberapa kerabat menjenguk, Abah sudah bisa ikut menemui. Bahkan Abah duduk dikursi, bukan sekedar berbaring di tempat tidur. Abah nampak segar dan ceria katanya.
Alhamdulillah, InsyaAllah besok pagi-pagi aku ke rumah sakit.
Malam ini kak Farhad menjenguk Abah. Tapi Kak Farhad pulangnya malam, aku sampai ketiduran akhirnya.
Rabu, 6 November 2019
Pagi-pagi, Kak Farhad belum pulang dari masjid untuk sholat subuh. Ada telpon dari Kak Iwan.
"Kah, bilango mamah ya Kah.. Abah masuk ICU karena Abah kejang lagi."
Aku langsung shock..
"Loh.. kok lagi?? Apa sudah kejang sebelumnya?" Tanyaku kaget.
"Apa kak Farhad ga cerita, tadi malam masih ada kak Farhad Abah kejang. Trus malam-malam jam 12 Abah kejang lagi, ini harus masuk ICU."
Lututku langsung lemas gemetar. Aku menguatkan diri berlari ke rumah mamah.
"Mah.. Abah masuk ICU..katanya kejang lagi.." kataku pada Mamah. Reaksi Mamah luar biasa. Antara kaget dan sedih tapi mamah benar-benar bisa menguasai keadaan.
"InsyaAllah lebih intensif perawatannya jadi Abah bisa cepat sehat ya.." kata Mamah.
Air mata sudah tak tertahankan lagi.
"Aku ikut ke rumah sakit, Mah." Kataku. Lalu aku melesat pulang kembali.
Kak Farhad sudah datang dari masjid. Langsung spontan aku marah.
"Kok ga cerita kalau Abah kejang?" Omelku. "Sekarang Abah di ICU.."
"Tidurmu enak.. rencananya pagi-pagi ini mau aku kabari." Katanya. Kulihat matanya juga sembab.
Di rumah sakit aku melihat mata-mata yang sembab dan wajah yang layu dari semua. Kak Syarif, Kak Anwar, Kak Iwan, Faiz, Taufik dan semuanya lesu.
"Masuk ICU ga boleh barengan." Kata petugas. Alhamdulillah Abah masih boleh dijaga. Lainnya tidak diizinkan.
Ketika giliranku berjaga, Abah terbangun.
"Abah.." sapaku. Duh, betapa berat menahan air mata yang hendak jatuh ini.
"Abah mau minum?" Tanyaku. Abah mengangguk. Mamah sudah pesan, kalau Abah mau minum, ambil air di Tumbler yang ada tulisannya air zamzam. Abah minum sambil tiduran, dengan bantuan sedotan. Sungguh pemandangan yang sangat menyedihkan buatku.
"Abah ada sakit yang dirasakan?" Tanyaku pelan. Abah menggeleng lemah.
"Ndak ada. Cuma lemes ini." Jawabnya.
Bolak-balik Abah membetulkan alat yang menjepit jarinya. ICU memang banyak alat yang menurutku mengerikan.
"Pindahkan ke jari tengah, telunjuk Abah sudah sakit kena jepitnya."
Suara alat bersahutan dari satu orang dan yang lainnya. Bukan hanya alatnya saja. Suara orangnya pun mengiris-iris hati yang mendengar. Ada yang berteriak memanggil nama anaknya. Ada yang berteriak kesakitan, ada pula yang dikabarkan meninggal keesokan harinya. Siapa yang tidak ngeri?
Yang menjenguk Abah luar biasa banyaknya. Ruang tunggu ICU tidak pernah sepi dari pembesuk Abah. Dari pondok ini itu, teman seperjuangan Abah, juga keluarga besar Baraja yang tidak ada habis-habisnya keluar masuk rumah sakit.
Ada yang membentuk lingkaran lalu mereka semua mendoakan Abah dan semua mengaminkan. Rasanya terharu sekali. Mereka datang dari jauh-jauh juga. MasyaAllah..
Keadaan Abah di hari ke-4 di ICU
Sabtu, 9 November 2019 20:12
Abah sudah mulai tenang. Tidak lagi sering menyebut minta pulang. Meski sesekali nyeletuk kalau ditanya perawat, bapak ingin apa. Abah tetap satu jawabnya, ingin pulang.
Tapi Abah belum boleh keluar dari ICU. Nafasnya masih harus terkontrol. Namun dibandingkan saat pertama masuk, angka-angka di monitor semuanya membaik. Jantungnya, oksigennya, tekanan darah, juga gula darahnya.
Gantian Mama yang bingung menyuapi Abah. Semua ditolak. Mama memaksa. Dan akhirnya Abah mau makan sedikit-sedikit.
Kalau menurut aku, Abah hanya dalam keadaan stres di ruangan ICU. Insya Allah kalau sudah pindah kamar, makannya akan lebih nyaman. Kalau ditanya apa yang dirasakan, Abah menjawab semua sakit ga karuan. Itu menunjukkan bahwa disadari atau tidak, psikisnya tidak nyaman.
Jangankan yang sakit, yang sehat saja di ruang ICU bisa stres. Apalagi ada tetangga yang meninggal dunia, lalu ada juga yang teriak kesakitan. Duh, menyedihkan. Situasi ICU ada dalam sebuah tulisan tersendiri.
Abah malah nampak pasrah. Mau diapakan aja nurut. Duh, jadi sedih melihatnya. Biasanya Abah yang gagah dan lincah kesana kemari. Apalagi teringat perjuangannya mencari nafkah dan berdakwah. Melihat Abah hari ini adalah sebuah kesedihan yang harus diiringi semangat untuk melanjutkan perjuangannya.
Seorang dokter berkata, mungkin penyebabnya adalah debu yang banyak dan sering terhirup. Padahal di pabrik palur itu full debu. Ada debu semen, pasir, juga ada debu flyash. Bertahun-tahun Abah berkutat dan kini akhirnya Abah jatuh sakit. Setelah mampu membuat kami anak-anaknya berdiri tegak dengan topangan pondasi yang kuat dari Abah.
Senin, 11 November 2019
Abah boleh keluar dari ICU. Keadaan mulai stabil dan membaik. Alhamdulillah, kami semua lega. Meski belum bisa keluar dari rumah sakit, tapi setidaknya bukan di kamar ICU.
Di kamar perawatan, bisa lebih bebas dan Abah bisa dijenguk. Semoga Abah tidak terlalu sumpek.
"Abah mau pulang." Katanya selalu. Mamah menjawab dengan bercanda.
"Jelaslah, Pang.. Mosok mau disini terus. Apang harus pulang segera. Makanya Apang makannya yang banyak dan istirahat cukup biar bisa segera pulang."
Rabu, 13 November 2019
Kak Iyuk yang biasanya jaga malam, hari ini harus mengantar Asma' kembali ke pondoknya di Magelang. InsyaAllah aku yang akan menginap menjaga Abah di malam hari.
Kalau Mamah, kami semua melarangnya untuk jaga malam. Mamah butuh banyak istirahat karena baru saja sembuh dari vertigo tepat sebelum Abah sakit. Kasihan kalau sampai Mamah juga ikut sakit.
Abah semalam tidak tidur sama sekali. Sebentar-sebentar Abah minta minum karena mulutnya kering. Abah nampak gelisah.
Siang hari, Abah muntah. Abah merasa akan kejang lagi katanya. Kakinya kesemutan. Abah semakin gelisah.
"Bah, tolong Abah banyak dzikir ya." Pintaku. Kami semua memijat kaki dan tangan Abah supaya Abah semakin rileks.
Perasaanku? Kacau.. sampai aku lupa caranya menangis karena terlalu sering aku menahannya disini.
Sorenya, Alhamdulillah Abah kembali tenang. Malam ini aku berjaga lagi di malam harinya. Senangnya bisa berkesempatan dua malam menjaga Abah.
Kamis, 14 November 2019
Semalam Abah tidak tidur sama sekali. Benar-benar terjaga semalam. Aku sendiri sempat bergantian sama Faiz. Lumayan tertidur dua jam untuk siaga kembali.
Pagi harinya Abah izin mau tidur.
"Sebentar, Bah. Setelah mandi dan sarapan aja Abah tidurnya. Jadinya Abah tidak dibanguni lagi, bisa puas sampe Dzuhur." Kataku.
Bukan mandi sih, hanya sibin saja. Dirawat, diganti baju dan dibersihkan badannya.
Yang mengesankan, pagi ini Abah bercanda dengan para perawat.
"Apa ada yang dirasakan sakit, Pak?" Tanya perawat.
"Sakitnya tuh disini.." jawab Abah sambil menunjuk dadanya. Para perawat tertawa mendengar candaan Abah.
"Wah, Bapak sudah bisa bercanda. Semoga segera sembuh ya, Pak"
Ini khas Abah. Bercanda dengan kami keluarganya. Rasanya bahagia bisa melihat Abah bercanda kembali. Ya Allah, kembalikan Abah sehat seperti sedia kala...
Setelah perawat berlalu, aku menyuapi Abah sarapan bubur. Ada Kak Anwar, dan kami ngobrol bersama.
"Nanti setelah keluar dari rumah sakit, kita periksa di Malaysia ya, Bah. Ana sudah cari informasi, Bah. Kita obati Abah sampai tuntas." Kata Kak Anwar.
Abah hanya tersenyum sedikit. Tapi aku memaknai senyum Abah itu, bahwa Abah tidak yakin dengan hal itu. Ya kan memang Abah tidak suka terlalu berurusan dengan rumah sakit.
"Boleh atau tidak boleh, Abah besok mau pulang. Pokoknya Abah mau pulang." Kata Abah. Abah terus mengulang-ulangi kata-katanya itu.
"Hari ini sama besok Abah belajar berdiri, Sabtu Abah bisa pulang kata dokter." Kak Anwar memberi penjelasan.
"Bukan Sabtu, tapi besok." Kata Abah menegaskan.
Setelah Mamah datang, aku izin mau pulang. Tiga hari dua malam dirumah sakit, aku mau sedikit tidur di rumah dulu supaya besok bisa jaga lagi. Motorku sudah rewel, waktunya diservis. Aku juga mau menjenguk Mus'ab sorenya. Bismillah hari ini mau menyelesaikan semuanya.
"Abah paling senang dijaga Sholihah sama Anwar. Mereka itu melayani tapi tidak memaksa." Kata Abah.
Mamah tertawa. "Iya, kalau Mamah suka maksa makan ya, Bah."
"Sama Sholihah Abah juga makan kok." Kata Abah membela. Aku tersenyum. Duh rasanya bahagia bisa melihat dan mendengar Abah bercanda.
Abah bersiap tidur, akupun bersiap pulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar