Lapang Dada
Di suatu malam, saya terbangun dari tidur. Ngelilir, bahasa jawanya. Saya keluar dari kamar dan minum air di ruang tengah. Memang disana diletakkan air supaya yang ngelilir dan haus tidak harus ke dapur.
Mendengar suara saya, Abah yang kebetulan juga ngelilir, keluar dari kamarnya.
"Bisa tidur?" Tanyanya.
"Bisa, cuma haus saja." Jawab saya.
Karena ada Abah, saya tidak bergegas kembali ke kamar. Kami malah ngobrol. Padahal waktu menunjukkan pukul 1 dini hari. Sebelum akhirnya kembali tidur, Abah berpesan.
"Abah yakin, Abah bisa mendidik kamu. Biidznillah." Katanya.
Itu terjadi ketika saya masih SMA. Maka saya bertekad, bahwa saya akan selalu menerima nasehat beliau.
Dan ternyata, Abah benar-benar mendidik saya dengan sabar.
Suatu kali, ketika saya marah dalam suatu kondisi, Abah memanggil saya.
"Kamu harus lapang dada." Katanya waktu itu. Beberapa kali dalam waktu yang berbeda, Abah juga menasehati hal yang sama. Lapang dada.
Seperti apa sih lapang dada itu? Sayangnya ilmu yang saya pelajari dari TK sampai kuliah tidak bisa menjelaskan dengan detil. Hanya ada teori, namun untuk mempraktekannya saya tidak tahu. Maka peran orang tua tetap sangat penting dalam pendidikan anak.
"Ketika saudaramu sesama muslim melakukan kesalahan, maka kau harus mencari 70 lebih alasan positif untuk berhusnudzon kepadanya. Itu salah satu cara berlapang dada." Jelasnya.
Lalu Abah bercerita tentang pengalaman-pengalaman beliau. Dari cerita-ceritanya, saya bisa mengambil pelajaran bahwa lapang dada itu sangat penting dalam kehidupan. Bahkan bisa menyelamatkan dunia juga akherat kita.
"Coba cari kisah sahabat, yang masuk surga hanya karena dia memaafkan semua orang sebelum tidurnya. Hatinya lapang, tenang, tidak kemrungsung."
"Keadaan kubur kita kelak, tergantung seberapa lapang hati kita di dunia. Yang hatinya sempit, penuh prasangka, berpikiran buruk, maka seperti itulah keadaan dia di alam kubur."
Siapa juga yang masih bisa marah setelah mendapat siraman semacam itu. Hati menjadi adem dan tenang. Dan kenyataannya untuk bisa bersikap demikian itu harus dilatih. Tidak bisa serta merta.
Dan lapang dada, juga bisa menyelamatkan hubungan silaturahmi dan persahabatan.
"Walau dia mungkin sedikit merugikan, berlapang dadalah. Mungkin dia sedang khilaf. Terimalah dia kembali. Allah saja Maha Pengampun, masa manusia kok sombong sekali tidak mau memaafkan."
Ya, itu salah satu nasehat Abah yang betul-betul terekam dan berkesan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar