Rabu, 15 September 2021

Tips Memilih Pesantren

Perlu diketahui bahwa Pesantren bukan tempat laundry, membersihkan anak yang bermasalah lalu, cliing jadi baik. Anak yang manja jadi mandiri. Anak yang pemarah trus jadi murah senyum. Sama sekali bukan.

Jadi harus diubah dulu mindsetnya bahwa pesantren adalah *tempat menuntut ilmu* bukan tempat untuk memperbaiki akhlak atau sifat. 

Adapun sifat anak yang berubah menjadi baik, itu karena hidayah Allah melalui ilmu yang telah dipelajari. Ingat, ada *faktor hidayah* yang mana hidayah adalah hak Allah semata. *Allah akan memberi hidayah pada siapa yang dikehendakiNya*.

Jadi, untuk menentukan anak masuk smp biasa atau pesantren, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan

Pertama, *faktor kesiapan anak*

Apakah anak masih manja. Disuru cuci piringnya sendiri masih merengut, atau malah tidak bisa sama sekali. Siapa yang menyiapkan seragam sekolahnya, kalau masih ibu atau pembantu artinya anak belum siap. Mandi pagi masih diteriaki ibunya sampai 7x baru masuk ke kamar mandi.

Artinya anak belum siap.

Tapi ini bisa disiapkan sejak sekarang. Menyiapkan dengan usaha ya, bukan dengan omelan² panjang.

"Kamu ni mau masuk pesantren harus begini begitu..." anak akan semakin malas dan trauma dengan pesantren. 

Caranya adalah dengan mengkomunikasikan. Mintalah anak dengan baik² agar melakukan kewajibannya sendiri tanpa dibantu. Kalau anak sudah siap, maka akan dengan mudah dia melakukannya. Kalau ibunya masih harus menyuruh bolak balik, bisa dipikir ulang masalah kesiapan anaknya.

Ini sepele tapi penting

Kedua, *faktor kesiapan orang tua, utamanya ibu*

Coba ibu menata hati, apakah sudah ringan melepas anak. Ada loh, ibu yang sampai sakit demam ketika pisah dengan anaknya. Dan berakhir dengan dicabutnya anak dari pesantren karena ibunya tidak tahan berpisah.

Coba di cek, apakah ibu benar-benar sudah siap. Karena apa? 

1. Kalau anak sering-sering dijenguk, nanti anak tidak akan cepat mapan disana. Malah sering kejadian anak akan menuntut macam² karena merasa ibunya akan mengabulkan semua permintaannya. Termasuk minta keluar dari pondok.

2. Perasaan ibu dan anak itu nyambung. Kalau ibunya tenang, maka anak di pondok akan tenang. Tapi kalau ibunya gelisah, nangis terus kepikiran anaknya, maka anak akan memiliki perasaan gelisah yang sama. Ini banyak sekali kejadian dan saya juga mengalami.

Ketiga, *faktor kemauan anak*

Ingat, yang masuk pesantren anaknya, bukan orang tuanya. Maka kemauan anak harus dipikirkan. Apakah anak benar-benar ingin masuk pesantren, atau ini hanya obsesi besar orang tua tanpa memperhatikan sisi psikologis anak.

Disini, peran komunikasi itu penting. *Jangan jadi orang tua yang pendiam* dengan tidak melakukan komunikasi dengan anak. 

Komunikasi itu dua arah ya. Kalau cuma orang tua yang bicara dan anak diam saja, itu namanya nasehat atau omelan😌

Faktor ini bisa disiapkan juga dengan beberapa hal

1. Menyampaikan pada anak, alasan orang tua ingin anak masuk ke pesantren. 

2. Mengajak anak jalan² ke pesantren, melihat bagaimana kehidupan disana, bagaimana cara belajarnya, apa saja aturan-aturannya. 

3. Mengikuti kegiatan camping Qur'an atau pesantren kilat yang hanya menginap 1-3 malam saja. 

Dengan tiga hal diatas, maka anak akan bisa berpikir dan menentukan ingin melanjutkan sekolah dimana.

Bila tiga faktor diatas tidak ada, tidak ada kesiapan anak, tidak ada kesiapan orang tua dan anak juga belum memiliki kemauan yang kuat, maka saya sarankan untuk tidak masuk ke pesantren dulu. Masuk ke smp islam biasa, sembari menyiapkan anak kalau memang ada niat memasukkan anak ke pesantren di tingkat SMA.

Disertai dengan doa agar anak mendapat hidayah Allah.

Smp islam biasa tidak buruk. Hanya saja memang memerlukan pengawasan ekstra dari orang tua.

Tips memilih pesantren

Setelah anak dan orang tua sama² memiliki kesiapan untuk masuk ke pesantren, maka akan saya share tips memilih pesantren yang cocok untuk anak. Karena tidak semua pesantren cocok dengan anak maupun orang tua.

Pertama, pastikan pesantren memiliki aqidah yang sama dengan keluarga orang tua. 

Aqidah kita adalah ahlus sunnah wal jama'ah yang mengikuti jejak para salafus sholih.

Carilah informasi sebanyak mungkin tentang aqidah sebuah pesantren. Lebih afdhal kalau ada yang dikenal, misal milik ustadz fulan. Atau ada rekomendasi dari teman.

Kalau soal aqidah ini sudah beda, coret dulu walau sebagus apapun itu.

Kedua, tentukan dulu, apakah anak akan masuk ke pesantren yang ada pelajaran akademiknya atau hanya agama saja. Ini penting.

Hal ini bisa dikomunikasikan antara orang tua dan anak. Apa sih rencana jangka panjang orang tua untuk anak. 

Misal, orang tua ingin anak jadi dokter karena anaknya cerdas. Atau ingin lanjut kuliah setelah sma. Maka, bisa dimasukkan ke pesantren yang ada akademiknya. Karena kalau tidak ada akademiknya, hanya bisa mendapat ijazah kejar paket saja. Dan tidak semua fakultas dalam perkuliahan menerima ijazah ini. 

Tapi kalau orang tua berencana setelah anak lulus pesantren bisa kursus jahit atau masak untuk anak perempuan, atau langsung mengajar atau bekerja untuk anak laki-laki, maka bisa masuk ke pesantren yang tidak ada akademiknya. Fokus pelajaran agama.

Atau setelah lulus, ingin kuliah agama dari universitas yang tidak menuntut nilai akademis. Maka fokus ke pelajaran agama lebih bagus.

Jadi faktor ini tergantung rencana jangka panjang orang tua terhadap anak. Jangan salah pilih jurusan, sayang sekali waktu terbuang sekian tahun. 

Bisa dipikirkan sejak sekarang, dibantu dengan sholat istikhoroh.

Ketiga, faktor kondisi intern pesantren

Coba cek dulu, bagaimana kondisi di pesantren. Bagaimana kesehariannya, tata tertibnya. Bagaimana perlakuan ustadz ustadzah pada santri. Cari info sebanyak-banyaknya.

Ada pesantren yang memiliki cara agar anak mandiri dengan mengambil air sendiri sejauh sekian kilo meter. Tapi orang tua ada yang tidak mau anaknya dibegitukan. Kan memang punya cara pandang berbeda.

Ada juga pesantren yang memberikan fasilitas dan kemudahan bagi anak. Ada juga tata tertib yang dirasa cocok untuk sebagian dan tidak cocok bagi yang lain.

Maka penting untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya.

Kalau saya pribadi, memilih pertengahan. Pilih yang tidak memanjakan anak, tapi juga yang tidak terlalu berlebihan seperti militer. Lagi² ini pandangan yang berbeda bagi setiap orang.

Keempat, perhatikan faktor jarak dan biaya.

Jarak yang terlalu jauh, bila tidak ada transportasi yang mudah, maka akan menyebabkan anak sulit untuk pulang ke rumah atau orang tua sulit menjenguk anak. 

Bagaimanapun juga, anak harus tetap dijenguk. Mereka kangen dengan orang tua dan keluarga. Pertemuan yang singkat bisa menguatkan batin mereka bahwa mereka tidak 'dibuang' disana. Perhatian orang tua tetap diperlukan anak.

Tapi bila terpaksa jauh, maka gunakan teknologi komunikasi. Buatlah jadwal rutin menelpon anak agar tetap tersambung jiwanya. Maka pastikan aturan pesantren memudahkan komunikasi ini.

Kemudian biaya, sesuaikan dengan budget. Memang 'ada harga ada rupa', tapi dalam hal pesantren, rupa tersebut adalah fasilitas. Semakin mahal, fasilitas semakin bagus. 

Tapi tetap saja, ada kok pesantren murah yang pendidikannya bagus. Tapi memang fasilitasnya kurang.

Atau bahkan mencari yang gratis karena faktor ekonomi juga ada. Fasilitas tidak sebaik yang membayar, namun saya kenal pemilik pondok gratis yang usahanya maksimal agar anak didiknya yang yatim dan dhuafa bisa mendapat ilmu yang optimal.

Biaya² lain di tengah jalan itu banyak. Seperti spp bulanan, uang buku, seragam angkatan, belum jajannya anak juga. Ada juga biaya outbond/piknik. Ada juga biaya kenaikan kelas yang lumayan.

Maka dengan cermat, silahkan diperhatikan segala sisinya dari pesantren

Tidak ada komentar:

Posting Komentar