Selasa, 15 Oktober 2013

Pelajaran Membelajari Anak

Pelajaran Membelajari Anak

Menjelang test begini ada kebiasaan jelek yang sebenarnya disadari sepenuhnya, namun entah kenapa masih saja tetap dilakukan. Orang tua harus mendampingi anaknya untuk belajar setiap mata pelajaran yang akan digunakan untuk test selama seminggu ke depan.

Sebuah kebiasaan jelek? Ya. Kebiasaan jelek. Karena kebiasaan yang baik adalah belajar tidak harus menunggu adanya test. Belajar harus setiap hari. Bila dipelajari setiap hari sedikit demi sedikit, tidak akan terasa. Tetapi bila menjelang test begini, adanya kebingungan karena banyaknya materi yang harus dipelajari dalam waktu bersamaan.

Ada pelajaran PKn, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Jawa, Fiqih, Aqidah Akhlak, Al-Qur’an dan Hadits, SKI, Tahfidz, Bahasa Arab. Jadi total ada 13 mata pelajaran. Masing-masing dengan hafalan yang cukup banyak juga.

Saya sendiri jadi berpikir. Ketika dewasa begini, rasa-rasanya ada banyak ilmu yang tidak ada gunanya. Bukan sekedar kurang bermanfaat, tetapi ada juga yang benar-benar tidak bermanfaat. Tidak ingin saya sebutkan apa, yang jelas, ilmu tersebut tidak pernah saya gunakan sama sekali sampai detik ini.

Tapi ada ilmu-ilmu yang sangat saya perlukan saat ini, luput saya pelajari ketika masa sekolah. Ilmu memasak contohnya. Memasak bukan sekedar hobi, tetapi kewajiban bagi seorang ibu seperti saya. Ilmu merawat anak. Ilmu psikologi keluarga. Ilmu menjahit.

Ah, untuk menjadi seorang dokter profesional, maka perlu sekolah khusus bertahun-tahun. Untuk menjadi seorang insinyur handal, juga perlu sekolah khusus bertahun-tahun. Juga seorang penjahit profesional, juga perlu belajar bertahun-tahun.

Apatah lagi untuk menjadi seorang ibu yang teramat berat tugasnya, mengapa tidak ada mata pelajaran untuk menghadapinya? Sama seperti seorang dokter dengan resiko nyawa pasiennya, seorang ibu juga memiliki resiko perkembangan fisik dan psikis anaknya untuk berpuluh tahun kedepan, bahkan untuk akheratnya.

Mengapa tidak ada persiapan khusus untuk menjadi seorang ibu? Padahal tugas ibu sebagai seorang koki, penjahit, pembantu rumah tangga, desainer, manajer, akuntan keuangan, guru, entertainer, motivator, dan lain-lain. Untuk menjalankan tiap fungsinya dengan baik, saya kira perlu adanya persiapan khusus.

Juga menjadi seorang ayah, pun perlu persiapan. Bukan asal-asalan bisa bekerja dan menafkahi anak keluarganya saja. Seorang ayah harus memperlakukan istrinya dengan baik, mendidik anak-anaknya dengan baik. Ayah adalah motivator utama keluarga. Ayah juga merupakan pahlawan dan teladan bagi keluarganya.

Setiap anak yang tumbuh besar, akan menjadi orang tua yang mendidik anak-anaknya kelak. Jadi peran orang tua adalah menyiapkan anaknya dengan sebaik-baik persiapan agar dapat menyiapkan anak-anaknya kelak.

Ah, kata beberapa orang, saya ini terlalu banyak mikir. Saya kira, apa bedanya binatang dengan manusia. Manusia diberi akal untuk berpikir. Menghayati setiap kehidupan yang dijalaninya, untuk diambil hikmah dan pelajaran.

Maka hikmah yang saya pelajari ketika membelajari anak menghadapi test kali ini adalah, betapa beratnya beban yang dipikul sedikit demi sedikit tidak akan terasa berat. Namun bila langsung diambil sekaligus, makan hasilnya tidak akan maksimal dan terasa lebih berat, meski jumlahnya sama. Juga, disamping pelajaran sekolah, ada pelajaran lain yang harus diberikan orang tua kepada anaknya, yaitu pelajaran menghadapi kehidupannya kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar