Mari kita sejenak merenungi surat Al-Baqarah ayat 133
“Apakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda)
maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah
sepeninggalku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu, dan Tuhan nenek
moyangmu, Ibrahim, Isma’il, dan Ishaq (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami
hanya tunduk patuh kepada-Nya.”
Sungguh Nabi Ya’qub pada ayat itu telah memberi keteladanan
kepada kita semua. Nabi Ya’qub begitu mengkhawatirkan keadaan anaknya
sepeninggal beliau. Namun bukan warisan harta yang beliau khawatirkan. Tetapi
keadaan aqidah dan iman anak-anaknya yang beliau perhatikan.
Itu terjadi di zaman dulu. Zaman sekarang pun sama, kita
harus tetap khawatir tentang keadaan aqidah dan iman anak-anak kita apabila
kelak kita dipanggil Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apakah mereka tetap meyakini
ke-Esa-an Allah, atau mereka bisa goyang hanya dengan sekarton mie instan?
Apakah mereka bisa luntur imannya hanya dengan sekarung beras?
Atau yang lebih halus lagi, apakah pemikiran mereka rapuh
dengan serbuan pola pikir liberal dan aliran sesat yang semakin lama semakin
banyak dan berkembang? Apakah iman mereka kuat menghadapi godaan-godaan dunia
yang banyak dan menyilaukan?
Adakah kelak mereka akan selalu mengirimkan doa ampunan dan
kasih sayang untuk kedua orang tuanya setiap sesudah sholat? Ujung dari
semuanya, apakah mereka akan menjadi anak yang sholeh? Sungguh itulah yang
seharusnya menjadi kekhawatiran setiap orang tua terhadap anak-anaknya.
Pendidikan, adalah kuncinya. Mendidik anak-anak dengan
aqidah dan keimanan adalah wajib hukumnya. Itu adalah kunci mereka dalam
menghadapi kehidupan mereka kelak. Itu adalah kunci bagi orang tua sebagai
tiket masuk surga.
Mendidik anak-anak sepenuhnya kewajiban orang tua. Maka orang tua harus selalu memantau perkembangan
anak-anak mereka, dan meluruskan yang salah sedini mungkin. Memasukkan anak-anak
ke sekolah dengan aqidah yang lurus. Yang mementingkan ilmu agama dibanding ilmu
dunianya.
Yang terjadi saat ini adalah, orang tua memasrahkan
sepenuhnya tanggung jawab mendidik anak kepada guru di sekolah. Mereka hanya
mementingkan bagaimana nilai test mereka kelak. Tak ayal lagi, les matematika,
bahasa inggris, dan pelajaran umum lainnya pun laris manis. Bukannya tidak
boleh. Tetapi yang harus digarisbawahi, adalah bagaimana pendidikan agama
mereka? Apakah sudah cukup kuat?
Apakah mereka sudah hafal rukun Islam dan rukun Iman serta
pemahamannya? Apakah mereka sudah bisa membaca Al-Qur’an dan menghafalkannya?
Apakah mereka sudah tahu gerakan sholat yang benar dan bacaan-bacaannya? Apakah
mereka sudah menghafal dan melantunkan doa-doa?
Jangan merasa tenang bila usia mereka sudah besar, tetapi
belum bisa membaca Al-Qur’an. Jangan merasa tenang bila usia mereka sudah 7
tahun dan mereka belum rutin melakukan sholat, apalagi 10 tahun. Jangan merasa
tenang, bila anak belum berpakaian sesuai syariat.
Teruslah berusaha untuk memberikan warisan ilmu aqidah dan
keimanan yang kuat kepada generasi berikutnya. Mereka kelak akan hidup di zaman
yang berbeda dengan orang tuanya. Zaman dimana fitnah dan godaan akan lebih
gencar lagi. Mereka harus punya bekal yang cukup kuat untuk menahan bahkan
melawannya.
Jangan khawatir dengan harta anak-anak kelak, toh rezeki di
tangan Allah dan akan dibagikan kepada hamba yang dikehendaki-Nya dengan doa
dan usaha. Niatkan memberi pendidikan yang layak kepada anak-anak bukan untuk
mendapatkan pekerjaan, tetapi untuk memantapkan aqidah mereka, menambah keimanan
mereka. Sehingga mereka akan kokoh berdiri selalu di jalan-Nya. Amin Ya Robb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar