Sabtu, 25 Januari 2014

Bukan Sekedar Menikah


Acara pernikahan anak orang kaya (garis bawahi ya, yang kaya orang tuanya, bukan anaknya) sering menjadi tolak ukur kepribadiannya yang sebenarnya.

Acara yang sederhana akan mengundang pembicaraan, "Orang kaya kok mengadakan acara yang sederhana, pelit!" Tetapi acara yang megah pun juga mengundang pembicaraan, "Uang dihambur-hamburkan untuk acara pernikahan, padahal masih banyak yang membutuhkan."

Mendengar masyarakat berbicara memang tidak selamanya benar. Tapi ini bisa menjadi sedikit bayangan yang memantul dari cermin.


Tulisan ini dibuat berdasarkan fenomena di masyarakat menengah keatas yang mengadakan acara besar-besaran hanya untuk menikahkan anaknya.

Undangan dibuat seunik mungkin, berbeda dari yang lain, bila perlu belum pernah ada sebelumnya, semewah mungkin, semahal mungkin. Padahal inti tulisan yang dbaca adalah, siapa yang menikah. Siapa orang tuanya. kapan menikahnya. Dimana acaranya. Selesai. Lain-lainnya adalah tambahan sekedar saja.

Gedung pernikahan dipilih yang megah. Yang bisa sesuai dengan kemegahan dekorasi yang nanti akan dikenakan. Dekorasi ruangan pun dipilih yang seindah mungkin. Bunga-bunga hidup terpampang dimana-mana. Dan yang bikin agak risih, ada foto mempelai wanita terpasang disana sini. Bahkan ada yang memasang foto pre weddingnya. Belum tempat duduk pengantin, bak singgasana raja. Hiasan yang luar biasa. Entah mengapa saya tidak bisa menjelaskan dengan kata-kata. Pokoknya, istimewa!

Undangan dibuat sebanyak mungkin. Agar terlihat sebagai sebuah acara yang meriah dan megah. Bahkan sekedar teman adik, teman kakak, dan orang yang jarang bertemu dan jarang berkomunikasi pun diundang. Husnudhon, acara ini untuk mempererat ukhuwah yang lama terputus ^^"

Baju pengantin? Jangan ditanya. Untuk sekali pakai, ada berapa rupiah yang harus melayang. Tidak mungkin pakaian itu sewaan, paling tidak, tidak mungkin menyewa di kota yang sama, karena kemungkinan pernah digunakan atau akan digunakan orang lain. Nanti tidak jadi istimewa. Yang sering saya tahu, pakaian itu milik sendiri. Membuat dari awal hingga sentuhan akhirnya, dipadukan dengan aksesori macam gelang, kalung, anting, mahkota, dan sepatu yang sesuai. Padahal ada tiga atau empat acara yang menggunakan pakaian yang berbeda-beda. Apakah baju-baju itu akan dikenakan lagi untuk keseharian? I don't think so...

Make-up kadang membuat saya tertegun. Puluhan juta habis untuk make-up. Apalagi di tempat salon terkenal. Berapa lama make-up itu digunakan? Hitungan jam. Setelah itu, dibersihkan. Apa tidak menggunakan acara wudhu ketika mau sholat...

Kamar pengantinnya, membuat orang berdecak kagum. Dibangun secara khusus, dengan dekorasi yang mewah. Ranjangnya bak dalam dongeng, dengan korden pura-pura diatasnya. Ada sekeranjang buah-buahan. Ada susu kotak dan satu gelas kosong, ini supaya tidak meninggalkan sunnah minum segelas berdua :) Ada hiasan dinding mewah, dan tidak lupa foto mempelai wanita yang besar terpampang disana. Ada karpet empuk. Ada AC yang terus menyala, dan ada bau-bauan sedap didalamnya.

Hidangannya dibentuk prasmanan. Para undangan mengambil swalayan atau melayani dirinya sendiri di meja-meja yang telah dipersiapkan. Menu lengkap mulai makanan pokok, hidangan pembuka, lauk, sayur, snack, hidangan penutup, jajanan dibuat selengkap mungkin dengan citarasa seenak mungkin. Dan apa yang terjadi? Para tamu makan dengan berdiri... Hiks...

Apa yang terjadi dengan para tamu undangannya? Merasa yang mengundang adalah orang kaya, maka mereka berlomba-lomba menggunakan pakaian yang terbaik. Kilatan payet ada dimana-mana (saya harus pake kacamata hitam!) Aneka model. Aneka hiasan. Aneka aksesori. Semua serba mahal, serba mewah.

*Menghela nafas*

Sadarkah diri ini, ketika membelanjakan uang yang memang ada pada dirinya, adalah amanah dari Allah Subhanahu wata'ala. Apakah hanya karena menikahkan anaknya, sudah cukup menjadi jawaban, ketika nanti ditanya, hartamu untuk apa kau belanjakan?

Sadarkah, ketika kertas undangan mewah disebar dan nantinya dibuang, ada jutaan anak yang tidak mampu sekolah karena tidak mampu membeli buku.

Sadarkah, ketika kamar didekorasi mewah dan nyaman, ada banyak pengungsi Rohingya yang tak punya alas sekalipun untuk tidur dan tidur tanpa rasa aman.

Sadarkah, ketika uang dibayar untuk make-up dan pakaian sekali pakai, ada jutaan rakyat Syiria yang membutuhkan pakaian karena rumah mereka telah hangus berikut lemari pakaiannya.

Sadarkah, ada tetangga kiri kanan depan belakang yang masih terlilit hutang untuk sekolah anaknya, ada yang masih belum mampu membayar sewa rumahnya, ada yang sulit memberi makan anaknya dengan gizi baik.

Apakah tidak malu, dizaman sesulit ini, menghambur-hamburkan uang dan mempertontonkan kekayaan kepada publik.

Sadarkah, bahwa Allah kelak akan mempertanggungjawabkan setiap rupiah yang dikeluarkannya?

Apakah haram menggunakan uang untuk semuanya itu? Disini tidak sedang membahas haram atau tidaknya, tetapi membahas kepantasan saja. Membahas kesenjangan sosial.

Yang pernah haji atau umroh pasti tahu, supermarket besar Bin Dawood. Pemiliknya jelas sangat kaya raya. Tapi  apa yang ada dirumahnya? Hanya ada jam dinding sebagai hiasan dindingnya, juga ada lemari yang tertutup. Sehingga tidak ada yang bisa melihat isinya. Apa yang terjadi saat dia menikahkan anaknya? Sebuah acara yang sederhana. Banyak yang diundang, namun semua diberi hidangan yang istimewa. Itu saja. Sangat sederhana. Tidak ada acara berlebih-lebihan. Ini adalah tanggapan orang yang pernah bekerja dengan pemilik Bin Dawood

Seorang dokter spesialis yang sangat laris, juga sangat kaya. Sederhana juga ketika menikahkan anaknya. Alokasi uangnya lebih banyak untuk sebuah pesantren yang menghasilkan puluhan tahfidz dan ustadz setiap tahunnya. Sebagai amal jariyah, bekal untuk akherat kelak.

Sama-sama kaya. Tetapi berbeda memanfaatkan kekayaannya. Mari kita resapi hadits Nabi Muhammad Sallallahu 'Alaihi wasallam sebagai berikut

"Sebaik-baik harta adalah harta yang diberikan (yang dimiliki) hamba yang shalih!" (HR. Ahmad).

Karena orang sholih akan mempergunakan hartanya sebagai 'senjata' untuk menambah pahalanya. Bukan untuk bermegah-megahan di dunia.

Dalam Al-Qur'an surat At-Takatsur juga dijelaskan ancaman bagi orang yang bermegah-megahan di dunia.
 Artinya:
1). Bermegah-megahan telah melalaikan kamu
2). Sampai kamu masuk ke dalam kubur
3). Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)
4). Dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.
5). Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin
6). Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim
7). Dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin
8). Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).

Semoga kelak kita semua bisa berpikir untuk bisa membelanjakan harta yang diamanahkan Allah Ta'ala kepada kita semua ke jalan yang benar, ke jalan yang di ridhoi oleh Allah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar