Bismillahirrahmaanirrahiim,
Komunikasi yang kurang baik antara
orang tua dengan anak, suami dengan istri, maupun sebaliknya adalah penyebab
tingginya angka kenakalan remaja dan perceraian suami istri. Bukan masalah
frekuensi komunikasinya. Sering berkomunikasi tapi tidak sampai pada tujuan
alias 'gak nyambung' bisa juga menjadi masalah.
Elly Risman menyebutkan beberapa
masalah yang muncul karena miss-communication:
- Pacaran ( selingkuh buat
suami/istri)
- Seks bebas
- Aborsi
- Putus sekolah
- MBA (Married By Accident:
Nikah karena hamil duluan)
- Perceraian
- Narkoba
- HIV/AIDS
- Bunuh Diri
Beberapa tahun yang lalu, kita
sempat dikejutkan oleh kasus anak 5,9 tahun yang gantung diri karena dimarahi
ayahnya malam hari sebelum tragedi itu terjadi. Padahal sebelumnya, ia habis
dimarahi ibunya karena tidak mau mandi sore. Keesokan paginya, ia ditemukan
gantung diri dengan tali melilit lehernya di sebuah rumah kosong. Anak tersebut
bernama Renaldi Sembiring. Ayahnya adalah seorang pengacara di Semarang (ada
juga yang bilang hakim). Ini hanya 1 kasus dari puluhan kasus bunuh diri anak
akibat orang tua tidak memahami perkembangan jiwa anak dan mengabaikan perasaan
mereka ketika berkomunikasi. Na'udzubillahimindzalik.
10 kekeliruan dalam berkomunikasi
yaitu:
1. Bicara tergesa-gesa.
Pemandangan yang lazim di pagi hari
ketika ibu berteriak kepada anaknya: "Cepaattttt...!! Sudah jam berapa ini
ayo mandi siapin baju jangan lupa buku-bukunya masukin ke tas langsung sarapan
tuh sepatu dan kaos kakinya di belakang pintu buruan keburu mobil jemputan
dateng pokoknya kalo ketinggalan jemputan Mama gak mau nganter!"
Walah, paleng'e... Butuh konsentrasi
tinggi untuk menangkap puluhan kata yang diteriakkan bagai laju kereta api itu.
Apakah anak mendengarkan? Bagaimana responnya? Paling ia berjalan gontai ke
kamar mandi seperti tidak terjadi apa-apa. Karena sudah terbiasa dengan kicauan
itu setiap hari.
Lantas, apa gunanya teriak-teriak
gak jelas seperti itu? Bagi orang tua:
- Menghabiskan energi
- Dongkol
- Makin emosi
Bagi anak:
- Makin sebel sama orang tua
- Gak ngaruh dibegitukan, sudah
biasa.
Solusinya?
Tidak tergesa-gesa ketika bicara,
atur kalimat, jangan emosi sehingga lawan bicara mengerti apa yang kita
komunikasikan.
2. Tidak kenal diri sendiri.
Mari kita uji coba. Sebutkan 3
keunikan Anda yang berbeda dari orang lain. Entah itu kebiasaan, hobby, warna
kesukaan. Waktunya 1 menit!
Apakah Anda kesulitan menemukan
keunikan Anda? Ya, kebanyakan peserta seminar memang bingung. Alasannya: tergesa-gesa,
keburu waktu, panik. Namun alasan sesungguhnya adalah: Anda tidak mengenal diri
Anda sendiri. Bukankah kalau kenal- bisa reflek menyebutkan keunikan diri
sendiri?
Lantas, apakah kita sudah mengenal
keunikan pasangan hidup kita? Anak kita?
Disinilah pentingnya mengenali lawan
bicara ketika sebelum berkomunikasi. Adakalanya suami begitu angkuh dan cuek
ketika istri nangis bombay saat berantem. Bisa jadi karena waktu kecil, sang
suami dididik ayahnya kalau : laki-laki gak boleh nangis!. Besarnya pun ia akan
anti nangis, malah tidak suka melihat orang nangis. Atau istri begitu sensitif
karena sering diremehkan oleh orang tuanya.
Atau anak kita :
Usia 5 tahun, ketika disuruh:
"Sayang, buangin sampah, dong, ketempatnya!". Sang anak pasti dengan
senang hati melakukannya.
Usia 7 tahun, ketika disuruh hal
yang sama, responnya : "Ntar!" atau "Kok, gak mamah aja?"
Usia 10 tahun, responnya :
"Capek!" alias menolak untuk diperintah.
Ternyata, cara bicara orang tua yang
itu-itu saja tidak membuat anak makin pintar atau nurut. Anak jenuh dan bosan
dari kecil diperlakukan seperti itu. Itulah mengapa orang tua harus kenal,
tanggap dan menggunakan bahasa komunikasi yang berbeda sesuai perkembangan jiwa
dan pertambahan umur anak.
Kenali lawan bicara kita.
3. Lupa : setiap individu U N I K.
Dari jutaan sperma yang menghampiri
sel telur, hanya 1 sperma yang paling unggul, paling kuat, dan paling
berkualitas yang mampu menembus ke dalam sel telur dan membuahinya. Baik sel
sperma maupun sel telur turut bertanggungjawab menghasilkan zigot yang terlahir
sebagai bayi mungil untuk orang tuanya. Tapi kenapa kebanyakan suami selalu
membebankan pengasuhan dan pendidikan anak kepada istri? Bukankah anak itu
hasil dari suami istri berdua?
Kemudian, betapa banyak orang tua
yang kesulitan memiliki anak, bersedia mengeluarkan uang ratusan juta rupiah
dan melakukan pengorbanan besar agar ada suara tangis bayi di rumahnya.
Tetapi, mengapa orang tua yang
dimudahkan Allah untuk memiliki keturunan tidak mensyukuri hal ini?
Tidak jarang ketika orang tua greget
melihat kenakalan anaknya lantas berkata, "Iiiiiiiiihh..!! Sebenarnya kamu
anak siapa, siihhh!!!"
Jika terus menerus dibegitukan,
lama-lama anak akan bertanya, "Iya, yah, aku ini anak siapa, sih?"
Kembali, bahwa anak terlahir, apapun
keadaannya, kekurangan dan kelebihannya, itu atas kuasa Allah Azza wa Jalla
semata. Ada anak yang terlahir normal, mewarisi kecerdasan, dan kelincahan. Ada
pula yang terlahir dengan kekurangan seperti: dislexia (kesulitan
membaca), disgrafia (kesulitan menulis) dan diskalkulia (kesulitan
berhitung). Semua itu adalah keunikan anak yang harus dihargai, disyukuri.
Tentunya orangtua tidak bisa memaksa anak yang dislexia untuk cepat membaca,
anak diisgrafia untuk menulis indah, dan seterusnya. Perlakukan anak sesuai keadaan
dan keunikannya.
Setiap individu berbeda. Perlakukan
ia sebagai pribadi yang unik.
4. Perbedaan Needs and Wants
(Kebutuhan dan keinginan)
Anak menyukai design grafis, tapi
orang tua ingin anaknya jadi dokter. Jelas dua kebutuhan dan keinginan yang berbeda
ini menjadi pemicu salah paham dan ketidakharmonisan. Orang tua tidak punya
banyak waktu untuk mempertimbangkan keinginan anak. Orang tua mengabaikan
kebutuhan anak. Akhirnya berujung pada pemaksaan kehendak dari orang tua kepada
anaknya. Adu urat syaraf sudah menjadi skenario sehari-hari.Padahal yang
menjalani hidup adalah anaknya, bukan orang tuanya. Yang kenal kemampuan diri
sendiri adalah anak, bukan orang lain.
Ada pula orang tua yang sibuk
bekerja dan memberikan apapun kebutuhan materi yang diperlukan anak. Padahal
anak membutuhkan kasih sayang orang tuanya. Tapi orang tua merasa sudah
mencukupi keinginan dan kebutuhan anak. Maka hancurlah hubungan. Satu sama lain
tidak nyambung. Anak butuh A, orang tua ngasih Z.
Sadari dan pahami bahwa keinginan
dan kebutuhan tiap individu itu BERBEDA!
5. Tidak membaca bahasa tubuh
Ketika anak memecahkan gelas,
otomatis sang ibu berteriak dan memarahi. Tak jarang juga yang main fisik
dengan memukul atau mencubit.
Seandainya ada rekaman video ketika
anak menyenggol gelas dan memecahkannya, perhatikan ekspresinya. Mulutnya
menganga, sekujur tubuhnya tegang tak berkutik, kedua tangannya kaku,
ekspresinya menunjukkan kekhawatiran, rasa penyesalan dan ketakutan kalau
dimarahi. Jika sang ibu membaca bahasa tubuh anak, masihkah tega untuk
memarahinya? Anak sudah ketakutan, masih ditambah dengan dimarahi dan dipukul.
Begitu berhargakah sebuah gelas dibandingkan perkembangan jiwa anak?
Lidah bisa berbohong, tapi bahasa
tubuh tidak. Baca bahasa tubuh.
6. Tidak mendengar perasaan.
Bayangkan anak Anda, pulang sekolah,
kehujanan, membawa ransel berat di punggungnya, pulang ke rumah dengan sepatu
belepotan lumpur. Ia masuk dengan wajah cemberut, melepas sepatu yang penuh
lumpur dengan menendangnya, dan melempar tas ke mana saja. Padahal Anda sudah
susah payah menyapu, mengepel dan membereskan rumah.
Apa yang Anda lakukan?
"Hei, apa-apaan kamu! Masuk gak
salam, sepatu dilempar sembarangan, lantai jadi kotor, tuh! Ayok beresin! Taruh
yang bener!"
Sebagai anak, apa yang akan dilakukan?
Sudah pasti langsung masuk kamar dan menguncinya. Males ngomong dengan ibunya.
Kita ulang lagi kejadian di atas.
Ketika anak melempar sepatu dan tasnya, perhatikan ekspresinya. Ya! Ia lelah,
capek, lapar, pusing.
Ketika Anda mengenali perasaannya, dan
berkata, "Wah, anak ibu sudah pulang. Capek, ya?"
Kira-kira, apa respon anak?
"Ngga!" sambil manyun.
Setidaknya ia mau ngomong.
Jangan menyerah, coba kenali
perasaan yang lain dan jangan takut salah. "Oh, pasti laper?"
Jawab anak, "Ngga!"
Ibu : "Lagi kesal?"
Anak : "Iya! Tadi PR aku
ketinggalan di rumah. Aku disetrap Pak Guru. Eh, si Riko ngetawain aku di
bangkunya. Pulang sekolah aku mau jajan, laper, tapi uangku hilang. Terus si
Riko dan teman-temannya menjegal kakiku sampai aku jatuh. Aku kesakitan, tapi
aku paksa aja karena mau pulang. Uuhh, di tengah jalan malah hujan. Mana becek
lagi!"
Wow, ternyata masalah yang dihadapi
anak begitu bertubi-tubi. Perasaan dia sedang marah, kesal, dongkol dan capek.
Masihkah tega memarahinya?
Dari dua kejadian di atas, manakah
komunikasi yang baik?
Dengarkanlah perasaan. Tandai pesan dari gelagat dan
bahasa tubuhnya. Jangkau perasan lawan bicara. Buka komunikasi dengan menamai
perasaan lawan bicara, misal: Capek, ya? Marah? Wah, kesal, dong?.
Jangan takut salah, karena lawan
bicara akan dengan senang hati membetulkan.
O,ya, kalau ibu merespon dengan
kata, "Duh, kasihan anak ibu." Itu tidak tepat. Karena kasihan itu
adalah perasaan ibu. Bukan perasaan anak. Dengan menyebut seperti itu, sama
saja dengan menghentikan curhatan anak. Konsentrasilah pada perasaan anak.
Biarkan emosi dan permasalahannya keluar sehingga ia tenang.
7. Menggunakan 12 gaya populer.
a. Memerintah.
b. Menyalahkan
c. Meremehkan
d. Membandingkan
e. Mencap/label
f. Menasehati
h. Membohongi
i. Menghibur
j. Mengritik
k. Menyindir
l. Menganalisa.
(Catatan penulis: yang dimaksud
memerintah, menasihati dan menghibur di atas adalah ketika dilakukan dengan
cara yang salah)
-Memerintah :
"Eh.. eh.. eh... jangan lewat
situuu...!! ntar jatuuhhh..!!!"
Tapi anak makin penasaran, malah
tambah ngebut main sepedanya.
Akhirnya si anak beneran jatuh dan
nangis sekencang-kencangnya.
-Menyalahkan
"Naaahh...kaann!! Jatuh juga!
Mama bilang apa tadi? Kamu sih dikasih tau gak mau denger!"
(Ya, iya, tau. Abisnya Mama gak bilang
di situ ada lobang. Kalau bilang ada lobang kan, saya gak akan lewat
situ!")
- Meremehkan
"Halaaah, luka kecil aja
nangis!"
Anak meringis kesakitan, sambil
megangin lututnya yang lecet dan berdarah. Kagetnya juga belum hilang.
(Luka segede ini masak dibilang
kecil? Jadi luka gede itu seperti apa, yak?)
- Membandingkan
Anak dibawa ke dalam rumah. Di sana
ada papanya. Kata papa, "Kemarin temen kamu, si Difta, jatuh dari sepeda
gak nangis, tuh!"
(Beeu... dia ya dia, gue ya gue!)
- Mencap/ label
Kata papa lagi, "Jangan
cengeng, ah! Anak papah gak ada yang cengeng!"
(Ini nahan sakit bukan cengeng, plus
sebel! Lagi sakit bukannya dihibur!)
- Mengancam
"Kalau masih nangis gak
dibeliin mainan lagi, lho!"
(Ya, elaaahh....ditambah ngancem
lagi, sebeeellll bin benciiiii!!)
- Menasihati
"Lain kali, kalau mama ngomong
itu didenger yah!"
(iya, iya udah
tauuuuuuuuuuuuuukkkkkkkkkkkkkk!!)
- Membohongi & Menghibur
"Ah, luka cemen gitu mah besok
juga sembuh!"
Keesokan harinya, ketika mandi pagi,
lukanya terkena air dan terasa perih. Pikir anak: "Sakiiit, kata mama papa
lukanya sembuh besok, ini kan udah besok, kok belum sembuh?" --> anak
bingung. Ia tahu kalau papa mamanya berbohong. "Berarti bohong itu boleh,
kan papa mama udah bohongin aku." Si anak belajar bohong langsung dari
orang tuanya sendiri.
-Mengritik
"Kamu tuh kalau dibilangin suka
ngeyel, gak mau denger! Tau rasa kan akibatnya!"
(Isi sendiri deh, gimana perasaan
anak kalau dibegitukan, hehehe)
- Menyindir
"Biasanya, kalau anak bandel
itu suka sial nasibnya. Jatuuhh melulu!"
(..............)
- Menganalisa
"Kalau seorang anak tidak
mendengar nasihat ibunya, sudah pasti kualat tuh. Papa yakin kamu denger
peringatan mama, tapi kamu langgar, kan? Mangkanya kamu jatuh. Itu peringatan
buat kamu supaya lain kali jangan diulangi lagi!"
(Zzzzzzzzzzzzz)
Akibat menggunakan 12 gaya populer
tidak pada tempat dan porsinya alias sekenanya:
- Anak tidak percaya pada
perasaannya sendiri. "Kata saya sakit, tapi kata mama, segini itu gak
sakit."
- Tidak percaya pada diri sendiri.
8. Tidak memisahkan: Masalah Siapa?
Ketika anak pulang sekolah, ia baru
sadar kalau tugas prakaryanya yang belum selesai ketinggalan di rumah temannya.
"Ibu,...tugasku ketinggalan di rumah temen. Padahal besok harus
dikumpulin. Kalau belum selesai dan gak dikumpulin, ntar aku dihukum bu guru.
Anterin, dong, bu...!"
Sebagai orang tua tentu tidak tega
melihat anaknya susah. Pilihannya dua, membantu atau membiarkan. Salah memilih
tindakan, akan berakibat fatal bagi perkembangan anak.
Tapi, sebagai orang tua harus bisa
memisahkan masalah siapa. Prakarya ketinggalan di rumah teman adalah masalah
yang ditimbulkan anak. Bukan masalah orang tua. Ajarkan anak untuk
menyelesaikan masalahnya. Apapun pilihan anak, pasti ada konsekuensinya.
Jika orang tua berhasil dalam tahap
ini, maka anak terbiasa untuk berpikir, memilih dan mengambil keputusan. Anak
pun akan menjadi pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab.
Anak perlu BBM : Berfikir - Memilih
- Mengambil Keputusan.
9. Kurang mendengar aktif.
Betapa banyaknya orang tua yang sok
tahu permasalahan anak padahal dia tidak tahu apapun. Ketika anak mendapat
nilai jelek, kesimpulan orang tua :malas belajar. Padahal ia sedang bermasalah
dengan kesehatan matanya, temannya atau cara pengajaran gurunya.
Orang tua tidak punya waktu untuk
mendengarkan permasalahan anak. Tidak heran banyak anak yang tidak patuh pada
orang tua sendiri tapi nurut pada guru (yang baik) atau orang lain. Hal itu
dikarenakan orang tua tidak menempatkan diri sebagai problem solving
tapi malah nambah problem anak.
Jadilah cermin untuk menjadi
pendengar aktif.
- "oo.. begitu?"
- "Hmm... masya Allah.."
- "... terus?"
- "Sedih bener, dong?"
- "Kecewa, ya?"
- "... hmm, mangkanya kamu
marah betul..."
Menjadi pendengar aktif akan membuka
komunikasi dan hubungan yang harmonis dengan lawan bicara.
10. Selalu menunjuk,
"kamu!"
"Kamu, tuh, ya, jadi anak bla
bla bla...!"
"Kamu, kok, begitu? bla bla
bla..!"
Lawan bicara akan tersudutkan dan
reflek untuk membela diri sehingga terjadilah cekcok.
Seharusnya:
Sampaikan pesan S A Y A:
"Saya....... (sampaikan
perasaan Anda).......kalau ......... karena...........
Contoh:
"Papa tidak suka kalau kamu
pulang malam karena berbahaya untuk kesehatanmu."
Note : Catatan ini bukan antara
orang tua dengan anak saja, tapi bisa juga direfleksikan kepada suami/istri
atau siapapun lawan bicara kita.
Semoga bermanfaat ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar