Selasa, 01 Agustus 2017

Abbas, Mus'ab, dan Imunisasi yang Terlewat

Awalnya, hari Rabu Mus'ab sudah merasa badannya tidak nyaman. Kalau Mus'ab sudah mengeluh, artinya badannya benar-benar sakit. Jarang sekali dia mengeluh.

Saya pegang dahinya, hangat. Senjata pertama, paracetamol harus segera dikonsumsi. Saya katakan, kamu harus banyak minum ya.

Ternyata demamnya berlanjut panas tinggi sampai 39°C. Muncul juga bintik-bintik merah yang bertahap namun cepat ke seluruh tubuh. Semakin lama semakin lemas. Mencegah dehidrasi, saya pun memberi tambahan infus untuk cairan tubuhnya. Yang diarahkan oleh dr.Nana.


Mus'ab kena campak. Mata memerah, bintik sebadan, batuk, dan diare. Tanda-tandanya sangat jelas. Namun hanya satu minggu saja, badannya sudah bersih kembali. Demamnya tidak naik turun. Bahkan hari Sabtunya sudah sekolah, setelah Jum'at saya lihat sudah benar-benar pulih.

Rupanya, Abbas tertular. Abbas mendadak demam Sabtu sore. Ahad subuh, demamnya sangat tinggi. Sayang termometernya belum ketemu. Tiba-tiba Abbas kejang. Ya Allaaah betaga kagetnya saya waktu itu. Saya bingung mau bertindak apa yang tepat. Saya hanya mengguyurkan air ke kepalanya sambil berdzikir keras-keras. Kira-kira 30 detik, kejangnya berhenti. Semacam busa keluar dari bibir mungilnya. Saya bersihkan. Lalu Abbas tertidur.

Gantian saya yang langsung lemas. Dada berdebar kencang. Apa yang harus saya lakukan? Apa? Gemetar rasanya seluruh badan. Setelah anaknya sadar, saya minumkan paracetamol agar panasnya tidak terlalu tinggi.

Paginya, saya bawa ke igd rumah sakit Kustati. Abbas kejang lagi tapi hanya satu dua detik saja tapi beberapa kali. Keputusannya, Abbas harus rawat inap untuk observasi kejangnya dan menstabilkan demamnya. Jam 1 siang, Abbas sempat kejang lagi agak lama sekitar 30 detik. Alhamdulillah, itu jadi kejang terakhir. Semoga selamanya jangan kejang lagi ya, Dek!

Selasa pagi Abbas pulang ke rumah. Demamnya stabil. Sudah tidak kejang lagi. Alhamdulillah. Dirumah langsung mau makan minum.

Selasa malam, Abbas demam lagi. Mulai agak susah makan minum juga. Khawatir nih. Mau periksa kemana? Kustati bikin ga nyaman dihati. Kata Mamah, lebih baik ke Kasih Ibu. Dr. Yaya sih sudah menyarankan rawat inap. Tapi kok kasihan ya, Abbas kayaknya trauma sama infus. Dicoba dulu lah rawat jalan.

Hari Jum'at, Abbas semakin lemah. Susah makan susah minum. Maunya tidur terus. Kulitnya mengeriput. Wah, ini tanda dehidrasi. Apalagi demamnya masih 38-39 celcius. Malamnya konsultasi ke dokter Nana. Wah, kayaknya sudah wajib infus. Infus dirumah lebih nyaman, home care. Bismillah, perawat beliau datang kerumah untuk menyuntikkan infusnya.

Abbas teriak-teriak marah. Tidak mau disuntik. Semua memaksa. Satu suntikan, gagal karena tidak mengeluarkan darah. Lagi. Gagal lagi. Pindah tangan satunya. Gagal. Coba lagi. Gagal lagi. 4 kali tusukan gagal semuanya. Ini sudah dehidrasi, venanya susah diinfus.

Abbas menangis sedih dan sakit. Mamanya menangis sedih, kasihan.

Esok paginya Sabtu, langsung ke rumah sakit. Sudah, memang harus rawat inap lagi. Bismillah.
Begitu lagi sulitnya memasukkan infusnya. Sama, 2 kali suntikan tangan kanan gagal, 2 kali tangan kiri gagal. Ditunggu beberapa jam, hendak dicoba lewat kaki. Kalau gagal lagi, maka harus menggunakan bedah untuk membuka vena nya. Alhamdulillaaah, sekali mencoba kaki langsung berhasil.

Betapa hari yang sangat menegangkan.

Saya bertanya-tanya, apa yang membuat Mus'ab satu minggu saja sudah sehat, sedangkan Abbas masih belum apa-apa, bahkan masih demam. Jawaban dokter Nana membuat saya shock. Mungkin karena Mus'ab imunisasi Campak, sedangkan Abbas terlewat. Duh, rasanya menyesal. Waktu itu kok bisa terlupa tidak menyusulkan jadwal campaknya. Saya menyepelekan. Hiks. Maafkan mama ya, Dek!

Herannya semakin banyak yang koar-koar antivaksin. Apalagi pernyataan seorang teman yang bikin saya geleng-geleng kepala pelan. Kalau keras-keras nanti pusing.

"Itu kakaknya yang vaksin malah jauh lebih bikin menulari lo daripada yang tidak vaksin. Seperti rokok tu lo, kan yang merokok memberi efek lebih jelek kepada yang tidak merokok. Jangan diinfus, infus tidak baik untuk ginjal. Minum ini saja." Katanya sambil menunjukkan sebuah obat herbal yang tidak ada indikasi, kontraindikasi, dosis, dan lain-lain. Ini gunanya untuk mengobati semua penyakit.

Duh, kalau sampai ada yang sakit karena perkataan semacam itu, tanggung jawab dunia akherat. Ngeri dengan antivaksin yang mudah termakan hoax murahan atas nama agama.

Padahal vaksin jelas sekali manfaatnya. Indonesia bisa bebas polio dan penyakit mengerikan lainnya sebab vaksin. Tetap saja mereka tidak mau berpikir. Katanya mau tawakkal, tapi tidak dengan usaha.

Kondisi bintik Mus'ab di badan, tidak penuh.

Wajah juga memerah,tapi tidak separah Abbas

Abbas waktu awal, ini baru sehari sudah begini.

Tangan ga bisa, terpaksa kaki yang disuntik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar