Jumat, 07 Juli 2017

Ali bin Abu Thalib

Abu Thalib, ayah ali adalah orang yang fakir keadaannya. Maka ali diambil oleh Nabi Muhammad untuk ditanggung segala keperluannya.
Ali hidup bahagia bersama Nabi Muhammad dan istri beliau, Khadijah. Mereka menyayangi Ali seperti anak mereka sendiri.
Suatu hari, saat Ali berusia sepuluh tahun, Ali melihat Nabi Muhammad melakukan gerakan-gerakan yang belum pernah dilihatnya sebelumnya. Ali merasa heran, apalagi Khadijah pun melakukan hal yang sama dibelakang Nabi Muhammad. Ketika mereka selesai, Ali pun bertanya.
“Apa yang kalian lakukan?” Tanya Ali.
“Ini adalah gerakan sholat. Ini ajaran agama Islam yang Allah telah menunjukku untuk menjadi rosul-Nya. Masuk islamlah, Ali!” ajak Nabi Muhammad. Ali terdiam sejenak untuk berpikir.
“Ini adalah sesuatu yang baru. Aku akan Tanya pada ayah dulu.” Jawab Ali.
“Jangan, tolong rahasiakan hal ini.” Pinta Nabi Muhammad. Setelah berpikir, Ali pun memutuskan untuk masuk Islam bersama Nabi Muhammad. Dengan begitu, Ali menjadi anak-anak yang pertama masuk dalam Islam.
Ali tetap menyembunyikan keislamannya dari ayahnya. Pada suatu hari Abu Thalib melihat Ali sedang melakukan sholat.
“Kamu sedang apa, Ali?” Tanya Abu Thalib.
“Saya sedang sholat, ayah. Saya telah masuk Islam bersama Nabi Muhammad. Ayolah, ayah. Masuklah kedalam Islam. Ikutilah kebenaran ini.” Ajak Ali. Abu Thalib menggeleng.
“Ali, tetaplah kamu mena’ati Nabi Muhammad, karena dia akan selalu menuntunmu ke jalan kebaikan. Aku sendiri tidak akan meninggalkan ajaran nenek moyangku untuk menyembah berhala.” Jawab Abu Thalib. Ali sangat sedih, hingga akhir hayatnya Abu Thalib tidak masuk Islam.

Setelah Nabi Muhammad berdakwah secara terang-terangan, banyak umat Islam yang diganggu oleh kaum kafir Quraisy. Nabi Muhammad pun akhirnya menganjurkan umat Islam untuk berhijrah ke Madinah.
Banyak dari umat Islam yang telah berhijrah. Nabi Muhammad masih tinggal di Mekkah. Ketika Nabi Muhammad berencana untuk hijrah bersama Abu Bakar, kaum kafir pun berencana untuk membunuh Nabi Muhammad. Mereka mengepung rumah Nabi Muhammad.
“Ali, kamu jangan ikut hijrah bersamaku. Tidurlah di tempat tidurku dan pakailah selimutku, sementara aku akan berhijrah malam ini dengan Abu Bakar.” Nabi Muhammad memberi penjelasan pada Ali.
“Mereka mengepung rumah ini!” kata Ali ketakutan.
“Jangan takut, Ali. Mereka akan ditidurkan oleh Allah saat kami pergi.” Kata Nabi Muhammad menenangkan Ali.
Nabi Muhammad pun pergi berhijrah bersama Abu Bakar. Ali segera melakukan perintah Nabi Muhammad. Yaitu tidur ditempat tidur Nabi Muhammad dan menggunakan selimut beliau.
Para pengepung itu terbangun saat hari sudah mulai pagi. Mereka kaget sekali. Mereka segera menyerbu masuk ke rumah Nabi Muhammad.
“Dimana kamu, Muhammad!!!!” teriak mereka.
“Itu dia, yang berselimut. Itu tempat tidur Muhammad!” mereka segera membuka selimut itu dan kaget sekali. Ternyata yang dibawah selimut itu bukan Nabi Muhammad tetapi Ali.
“Dimana Muhammad?” Tanya mereka pada Ali.
“Nabi Muhammad telah pergi tadi malam.” Jawab Ali dengan berani. Mereka marah sekali dan langsung pergi meninggalkan Ali.
Setelah para pengepung itu pergi, Ali pun bersiap-siap untuk berhijrah sendirian. Ali bertemu dengan Nabi Muhammad di Quba, tempat Nabi Muhammad mendirikan masjid yang pertama kalinya.

Ali Pahlawan Perang yang Berani
Sebelum perang Badar, 3 prajurit dari pihak musuh akan menghadapi 3 prajurit dari barisan umat Islam. Dari pihak musuh, majulah Utbah, Syaibah, dan Al-Walid. Maju pula dari barisan umat Islam 3 pahlawan mereka, yaitu Ali, Hamzah, dan Abu Ubaidah bin Harits.
Mereka bertarung dengan sengitnya. Utbah, syaibah dan al-Walid pun tewas. Sementara Abu Ubaidah juga terluka, dan akhirnya wafat.
Begitu juga dalam perang Khandaq. Panglima dari pihak musuh bernama Amru bin Wud adalah penunggang kuda yang sangat berani. Ia maju untuk menantang perang tanding satu lawan satu.
“Biar saya yang melawannya, Nabi Muhammad.” Kata Ali.
“Duduklah, Ali. Kamu tahu kan siapa Amru bin Wud.” Jawab Nabi Muhammad. Sementara itu Amru terus menerus bicara sambil menghina umat Islam yang takut pada dirinya.  Ali berkata lagi,
“Biar saya yang melawannya, Nabi Muhammad,”
“Jangan, Ali. Dia adalah Amru bin Wud.” Jawab Nabi Muhammad lagi.
Amru pun menghina umat Islam terus menerus, sehingga Ali tidak tahan lagi.
“Tolong izinkan saya untuk melawannya.” Pinta Ali pada Nabi Muhammad. Kali ini Nabi Muhammad mengizinkan Ali untuk melawan Amru.
 Ali berdiri mendekati Amru dengan gagah berani. Melihat yang datang melawannya adalah Ali yang masih muda, Amru pun menertawakannya.
“Hahahaha….siapa kamu?” Tanya Amru.
“Saya Ali bin Abi Thalib.” Jawab Ali dengan tegas.
“Ayahmu dulu adalah temanku. Aku tidak mau membunuhmu.” Kata Amru.
“Tapi aku ingin membunuhmu. Aku beri kau dua pilihan. Masuk Islam, atau aku penggal kepalamu!” kata Ali dengan lantang. Mendengar itu Amru menjadi sangat marah. Amru turun dari kuda lalu menyembelih kudanya itu.
Amru mulai menyerang Ali dengan pedangnya. Dengan gesit Ali menangkis serangan Amru dengan tamengnya. Keduanya berkelahi dengan sengitnya, hingga debu-debu pun berterbangan menutupi mereka. Para sahabat tegang menyaksikan keduanya bertanding, tidak bisa melihat mereka diantara kepulan debu.
Ketegangan para sahabat berakhir ketika Ali bertakbir. Ali keluar dari kepulan debu itu sambil membawa kepala Amru yang sudah dipenggalnya. Ali melempar kepala amru di hadapan Nabi Muhammad. Para sahabat pun bertakbir menangis gembira melihat kemenangan yang dibawa oleh Ali bin Abi Thalib.
Pada perang Khaibar, jumlah kaum muslimin ada 1400 pasukan sedangkan pasukan musuh Yahudi sebanyak 10.000 pasukan. Ini adalah salah satu perang yang sulit yang dihadapi kaum muslimin.
Nabi Muhammad mengepung benteng Khaibar selama tiga belas hari. Tetapi Nabi Muhammad mengalami sakit kepala. Nabi Muhammad pun berkata,
“Aku akan menyerahkan bendera perang ini pada seseorang yang mencintai Allah dan Rosul-Nya, serta Allah dan Rosul-Nya pun mencintainya.” Semua para sahabat berharap bahwa orang yang dimaksud Nabi Muhammad adalah dirinya.
Nabi Muhammad pun menanyakan keadaan Ali.
“Dimana Ali?” Tanya Nabi Muhammad.
“Ali sedang sakit mata,” jawab sahabat. Nabi Muhammad pun mengunjungi tempat Ali. Nabi Muhammad mengusap kedua mata Ali dengan kedua tangannya. Dalam sekejap, sakit mata Ali pun hilang. Nabi Muhammad menyerahkan bendera perang pada Ali.
“Ambillah bendera ini, menangkanlah Khaibar!”  tanpa ragu, Ali mengambil bendera itu dan bersiap-siap berangkat.
“Untuk apa kita memerangi mereka?” Tanya Ali.
“Perangilah mereka sehingga mereka masuk Islam.” Jawab Nabi Muhammad.
Ali menaiki kudanya dengan laju hingga ke benteng Khaibar dan menancapkan benderanya disana. Lalu keluarlah salah seorang Yahudi dan berkata,
“Siapa kamu?”
“Saya Ali bin Abi Thalib.” Jawab Ali.
“Demi Musa, kalian akan menang. Di dalam Taurat tertulis bahwa yang akan membuka benteng kami adalah Ali bin Abi Thalib.” Jawab Yahudi tadi.
Lalu datanglah tiga orang Yahudi yang menyombongkan diri. Ali membunuh ketiganya dengan tangkas. Akhirnya benteng Khaibar dapat dikuasai. Allah telah memberi kemenangan lewat tangan Ali yang saat itu baru berusia tiga puluh tahun!
Ali pun dinikahkan oleh Nabi Muhammad dengan putrinya yang bernama Fatimah.

Ali menjadi Khalifah ke Empat
Setelah Utsman bin Affan syahid, Ali dibaiat oleh para sahabat untuk menjadi khalifah, meskipun Ali tidak mau. Tapi akhirnya para sahabat berkumpul di masjid dan membaiatnya.
Pada masa kekhalifahannya, banyak terjadi fitnah-fitnah yang ditimbulkan oleh orang munafik, yaitu Abdullah bin Saba’. Terjadilah peperangan diantara kaum muslimin. Ali menangis sedih ketika beberapa sahabatnya banyak yang syahid dalam perang fitnah ini.
Ali mengingat-ingat percakapan antara dirinya dengan Nabi Muhammad pada waktu Nabi Muhammad masih hidup.
“Wahai Ali, siapa yang mencintaimu, berarti dia telah mencintaiku. Siapa yang membencimu, berarti dia telah membenciku.” Sabda Nabi Muhammad.
“Wahai Ali, sesudahku nanti, kamu akan ditimpa kesusahan yang amat sangat. Tetapi agamamu akan selamat.”
“Wahai Ali, siapakah orang yang paling celaka? Yaitu orang yang membunuhmu.”
Benar, pada masa kekhalifahan Ali memang sangat berat. Banyak penduduk yang membangkang, banyak pula fitnah-fitnah yang tersebar.
Golongan khawarij hendak membunuh tiga orang yang dianggap mereka sebagai musuh, yaitu Ali bin  Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, dan Amru bin ‘Ash. Yang akan membunuh Ali adalah Abdurrahman bin Miljam.
Abdurrahman bin Miljam mengasah pedangnya selama 40 hari. Pada hari ke tujuh belas bulan Ramadhan, seperti biasa Ali bangun dimalam hari untuk sholat malam. Setelah itu  keluar untuk mengerjakan sholat Subuh bersama umat Islam.
Sesampainya diluar, Ali diserang oleh Abdurrahman bin Miljam dengan beberapa kali sabetan pedang. Para sahabat yang mengetahui segera menangkap Abdurrahman. Ali yang sudah sangat lemah dibawa kerumahnya.
“Mengapa kamu berbuat seperti itu?” Tanya Ali pada Abdurrahman bin Miljam.
“Pedang ini sudah kuasah 40 hari untuk membunuh orang yang paling jahat.” Katanya.
“justru kamu akan dibunuh oleh pedangmu sendiri.” Jawab Ali. Ali pun memerintahkan kepada anak-anaknya, Hasan dan Husein, untuk membunuh Abdurrahman bila dirinya wafat, dengan tidak berlebih-lebihan.

Ali bin Abi Thalib pun wafat dan dikuburkan di kota Kufah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar