Abu Thalib, ayah ali adalah orang yang fakir keadaannya. Maka ali diambil
oleh Nabi Muhammad untuk ditanggung segala keperluannya.
Ali hidup bahagia bersama Nabi Muhammad dan istri beliau, Khadijah.
Mereka menyayangi Ali seperti anak mereka sendiri.
Suatu hari, saat Ali berusia sepuluh tahun, Ali melihat Nabi Muhammad
melakukan gerakan-gerakan yang belum pernah dilihatnya sebelumnya. Ali merasa
heran, apalagi Khadijah pun melakukan hal yang sama dibelakang Nabi Muhammad.
Ketika mereka selesai, Ali pun bertanya.
“Ini adalah gerakan sholat. Ini ajaran agama Islam yang Allah telah
menunjukku untuk menjadi rosul-Nya. Masuk islamlah, Ali!” ajak Nabi Muhammad.
Ali terdiam sejenak untuk berpikir.
“Ini adalah sesuatu yang baru. Aku akan Tanya pada ayah dulu.” Jawab Ali.
“Jangan, tolong rahasiakan hal ini.” Pinta Nabi Muhammad. Setelah
berpikir, Ali pun memutuskan untuk masuk Islam bersama Nabi Muhammad. Dengan
begitu, Ali menjadi anak-anak yang pertama masuk dalam Islam.
Ali tetap menyembunyikan keislamannya dari ayahnya. Pada suatu hari Abu
Thalib melihat Ali sedang melakukan sholat.
“Kamu sedang apa, Ali?” Tanya Abu Thalib.
“Saya sedang sholat, ayah. Saya telah masuk Islam bersama Nabi Muhammad.
Ayolah, ayah. Masuklah kedalam Islam. Ikutilah kebenaran ini.” Ajak Ali. Abu
Thalib menggeleng.
“Ali, tetaplah kamu mena’ati Nabi Muhammad, karena dia akan selalu
menuntunmu ke jalan kebaikan. Aku sendiri tidak akan meninggalkan ajaran nenek
moyangku untuk menyembah berhala.” Jawab Abu Thalib. Ali sangat sedih, hingga
akhir hayatnya Abu Thalib tidak masuk Islam.
Setelah Nabi Muhammad berdakwah secara terang-terangan, banyak umat Islam
yang diganggu oleh kaum kafir Quraisy. Nabi Muhammad pun akhirnya menganjurkan
umat Islam untuk berhijrah ke Madinah.
Banyak dari umat Islam yang telah berhijrah. Nabi Muhammad masih tinggal
di Mekkah. Ketika Nabi Muhammad berencana untuk hijrah bersama Abu Bakar, kaum
kafir pun berencana untuk membunuh Nabi Muhammad. Mereka mengepung rumah Nabi
Muhammad.
“Ali, kamu jangan ikut hijrah bersamaku. Tidurlah di tempat tidurku dan
pakailah selimutku, sementara aku akan berhijrah malam ini dengan Abu Bakar.”
Nabi Muhammad memberi penjelasan pada Ali.
“Mereka mengepung rumah ini!” kata Ali ketakutan.
“Jangan takut, Ali. Mereka akan ditidurkan oleh Allah saat kami pergi.”
Kata Nabi Muhammad menenangkan Ali.
Nabi Muhammad pun pergi berhijrah bersama Abu Bakar. Ali segera melakukan
perintah Nabi Muhammad. Yaitu tidur ditempat tidur Nabi Muhammad dan
menggunakan selimut beliau.
“Dimana kamu, Muhammad!!!!” teriak mereka.
“Itu dia, yang berselimut. Itu tempat tidur Muhammad!” mereka segera
membuka selimut itu dan kaget sekali. Ternyata yang dibawah selimut itu bukan
Nabi Muhammad tetapi Ali.
“Dimana Muhammad?” Tanya mereka pada Ali.
“Nabi Muhammad telah pergi tadi malam.” Jawab Ali dengan berani. Mereka
marah sekali dan langsung pergi meninggalkan Ali.
Setelah para pengepung itu pergi, Ali pun bersiap-siap untuk berhijrah
sendirian. Ali bertemu dengan Nabi Muhammad di Quba, tempat Nabi Muhammad
mendirikan masjid yang pertama kalinya.
Ali Pahlawan Perang yang Berani
Sebelum perang Badar, 3 prajurit dari pihak musuh akan menghadapi 3
prajurit dari barisan umat Islam. Dari pihak musuh, majulah Utbah, Syaibah, dan
Al-Walid. Maju pula dari barisan umat Islam 3 pahlawan mereka, yaitu Ali, Hamzah,
dan Abu Ubaidah bin Harits.
Mereka bertarung dengan sengitnya. Utbah, syaibah dan al-Walid pun tewas.
Sementara Abu Ubaidah juga terluka, dan akhirnya wafat.
Begitu juga dalam perang Khandaq. Panglima dari pihak musuh bernama Amru
bin Wud adalah penunggang kuda yang sangat berani. Ia maju untuk menantang
perang tanding satu lawan satu.
“Biar saya yang melawannya, Nabi Muhammad.” Kata Ali.
“Duduklah, Ali. Kamu tahu kan
siapa Amru bin Wud.” Jawab Nabi Muhammad. Sementara itu Amru terus menerus
bicara sambil menghina umat Islam yang takut pada dirinya. Ali berkata lagi,
“Biar saya yang melawannya, Nabi Muhammad,”
“Jangan, Ali. Dia adalah Amru bin Wud.” Jawab Nabi Muhammad lagi.
Amru pun menghina umat Islam terus menerus, sehingga Ali tidak tahan
lagi.
“Tolong izinkan saya untuk melawannya.” Pinta Ali pada Nabi Muhammad.
Kali ini Nabi Muhammad mengizinkan Ali untuk melawan Amru.
Ali berdiri mendekati Amru dengan
gagah berani. Melihat yang datang melawannya adalah Ali yang masih muda, Amru
pun menertawakannya.
“Hahahaha….siapa kamu?” Tanya Amru.
“Saya Ali bin Abi Thalib.” Jawab Ali dengan tegas.
“Ayahmu dulu adalah temanku. Aku tidak mau membunuhmu.” Kata Amru.
“Tapi aku ingin membunuhmu. Aku beri kau dua pilihan. Masuk Islam, atau
aku penggal kepalamu!” kata Ali dengan lantang. Mendengar itu Amru menjadi
sangat marah. Amru turun dari kuda lalu menyembelih kudanya itu.
Amru mulai menyerang Ali dengan pedangnya. Dengan gesit Ali menangkis
serangan Amru dengan tamengnya. Keduanya berkelahi dengan sengitnya, hingga
debu-debu pun berterbangan menutupi mereka. Para
sahabat tegang menyaksikan keduanya bertanding, tidak bisa melihat mereka
diantara kepulan debu.
Ketegangan para sahabat berakhir ketika Ali bertakbir. Ali keluar dari
kepulan debu itu sambil membawa kepala Amru yang sudah dipenggalnya. Ali
melempar kepala amru di hadapan Nabi Muhammad. Para
sahabat pun bertakbir menangis gembira melihat kemenangan yang dibawa oleh Ali
bin Abi Thalib.
Pada perang Khaibar, jumlah kaum muslimin ada 1400 pasukan sedangkan
pasukan musuh Yahudi sebanyak 10.000 pasukan. Ini adalah salah satu perang yang
sulit yang dihadapi kaum muslimin.
Nabi Muhammad mengepung benteng Khaibar selama tiga belas hari. Tetapi
Nabi Muhammad mengalami sakit kepala. Nabi Muhammad pun berkata,
“Aku akan menyerahkan bendera perang ini pada seseorang yang mencintai
Allah dan Rosul-Nya, serta Allah dan Rosul-Nya pun mencintainya.” Semua para
sahabat berharap bahwa orang yang dimaksud Nabi Muhammad adalah dirinya.
Nabi Muhammad pun menanyakan keadaan Ali.
“Dimana Ali?” Tanya Nabi Muhammad.
“Ali sedang sakit mata,” jawab sahabat. Nabi Muhammad pun mengunjungi
tempat Ali. Nabi Muhammad mengusap kedua mata Ali dengan kedua tangannya. Dalam
sekejap, sakit mata Ali pun hilang. Nabi Muhammad menyerahkan bendera perang
pada Ali.
“Ambillah bendera ini, menangkanlah Khaibar!” tanpa ragu, Ali mengambil bendera itu dan
bersiap-siap berangkat.
“Untuk apa kita memerangi mereka?” Tanya Ali.
“Perangilah mereka sehingga mereka masuk Islam.” Jawab Nabi Muhammad.
Ali menaiki kudanya dengan laju hingga ke benteng Khaibar dan menancapkan
benderanya disana. Lalu keluarlah salah seorang Yahudi dan berkata,
“Siapa kamu?”
“Saya Ali bin Abi Thalib.” Jawab Ali.
“Demi Musa, kalian akan menang. Di dalam Taurat tertulis bahwa yang akan
membuka benteng kami adalah Ali bin Abi Thalib.” Jawab Yahudi tadi.
Lalu datanglah tiga orang Yahudi yang menyombongkan diri. Ali membunuh
ketiganya dengan tangkas. Akhirnya benteng Khaibar dapat dikuasai. Allah telah
memberi kemenangan lewat tangan Ali yang saat itu baru berusia tiga puluh
tahun!
Ali pun dinikahkan oleh Nabi Muhammad dengan putrinya yang bernama
Fatimah.
Ali menjadi Khalifah ke Empat
Setelah Utsman bin Affan syahid, Ali dibaiat oleh para sahabat untuk
menjadi khalifah, meskipun Ali tidak mau. Tapi akhirnya para sahabat berkumpul
di masjid dan membaiatnya.
Pada masa kekhalifahannya, banyak terjadi fitnah-fitnah yang ditimbulkan
oleh orang munafik, yaitu Abdullah bin Saba ’.
Terjadilah peperangan diantara kaum muslimin. Ali menangis sedih ketika
beberapa sahabatnya banyak yang syahid dalam perang fitnah ini.
Ali mengingat-ingat percakapan antara dirinya dengan Nabi Muhammad pada
waktu Nabi Muhammad masih hidup.
“Wahai Ali, siapa yang mencintaimu, berarti dia telah mencintaiku. Siapa
yang membencimu, berarti dia telah membenciku.” Sabda Nabi Muhammad.
“Wahai Ali, sesudahku nanti, kamu akan ditimpa kesusahan yang amat
sangat. Tetapi agamamu akan selamat.”
“Wahai Ali, siapakah orang yang paling celaka? Yaitu orang yang
membunuhmu.”
Benar, pada masa kekhalifahan Ali memang sangat berat. Banyak penduduk
yang membangkang, banyak pula fitnah-fitnah yang tersebar.
Golongan khawarij hendak membunuh tiga orang yang dianggap mereka sebagai
musuh, yaitu Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah
bin Abi Sufyan, dan Amru bin ‘Ash. Yang akan membunuh Ali adalah Abdurrahman
bin Miljam.
Abdurrahman bin Miljam mengasah pedangnya selama 40 hari. Pada hari ke
tujuh belas bulan Ramadhan, seperti biasa Ali bangun dimalam hari untuk sholat
malam. Setelah itu keluar untuk
mengerjakan sholat Subuh bersama umat Islam.
Sesampainya diluar, Ali diserang oleh Abdurrahman bin Miljam dengan
beberapa kali sabetan pedang. Para sahabat
yang mengetahui segera menangkap Abdurrahman. Ali yang sudah sangat lemah
dibawa kerumahnya.
“Mengapa kamu berbuat seperti itu?” Tanya Ali pada Abdurrahman bin
Miljam.
“Pedang ini sudah kuasah 40 hari untuk membunuh orang yang paling jahat.”
Katanya.
“justru kamu akan dibunuh oleh pedangmu sendiri.” Jawab Ali. Ali pun
memerintahkan kepada anak-anaknya, Hasan dan Husein, untuk membunuh Abdurrahman
bila dirinya wafat, dengan tidak berlebih-lebihan.
Ali bin Abi Thalib pun wafat dan dikuburkan di kota Kufah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar