Raja Negus dari Ethiopia
Ja’far adalah sepupu Nabi Muhammad. Sejak kecil mereka selalu bermain
bersama-sama. Karena masih ada hubungan keluarga yang dekat, wajah mereka pun
terlihat mirip. Bahkan diantara saudara-saudaranya, wajah Ja’farlah yang paling
mirip dengan Nabi Muhammad. Bahkan tingkah laku dan perangainya pun juga mirip
Nabi Muhammad.
Ja’far dan istrinya termasuk orang-orang yang pertama kali beriman kepada
Nabi Muhammad. Bersama-sama mereka datang pada Nabi Muhammad untuk memeluk
agama Islam dengan penuh keyakinan.
Cobaan demi cobaan terus dihadapi kaum Muslimin di Mekkah. Mereka terus
menerima gangguan dari kafir Quraisy. Akhirnya Nabi Muhammad memerintahkan umat
Islam untuk berhijrah. Nabi Muhammad memilih Habsyi atau Ethiopia sebagai
Negara tujuan hijrah, karena rajanya, Negus, terkenal baik dan bijaksana. Tanpa
pikir panjang, Ja’far dan istrinya juga mengikuti hijrah ke Ethiopia.
Hijrahnya umat Islam ini membuat kafir Quraisy semakin marah. Mereka
takut kalau di tempat yang baru ini umat Islam semakin kuat dan berkembang.
Kafir Quraisy pun akhirnya mengirimkan dua utusan untuk bertemu dengan Raja
Negus dengan harapan agar Raja mau mengusir umat Islam. Utusan yang ditunjuk
adalah Amr bin ‘ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah. Saat itu keduanya belum
memeluk Islam.
Kaum kafir Quraisy juga mengenal Raja Negus adalah orang yang sangat kuat
imannya terhadap agama yang dianutnya, yaitu Nasrani. Nama baiknya telah
menyebar kemana-mana sebagai raja yang adil. Karena itulah keduanya membawa
hadiah-hadiah yang banyak yang akan diberikan pada para pendeta, agar mendukung
mereka saat bertemu Raja Negus.
Para pendeta menerima hadiah-hadiah itu dengan senang hati. Mereka
mengantarkan kedua utusan Quraisy itu menemui Raja Negus. Mereka juga memberi
hadiah yang banyak kepada Raja Negus. Akhirnya ditetapkan suatu hari kaum
Muslimin akan bertemu dengan utusan Quraisy dihadapan Raja Negus.
Pembicaraan dimulai dengan utusanQuraisy yang menjelek-jelekkan agama
Islam.
“Baginda Raja yang mulia, orang-orang yang bodoh telah memasuki negeri
Paduka. Mereka meninggalkan ajaran nenek moyang mereka, dan tidak pula memasuki
agama paduka. Mereka membuat agama baru, yang tidak pernah kami kenal, dan
tidak juga oleh paduka. Sungguh kami telah diutus oleh orang-orang mulia dan
terpandang diantara bangsa, bapak-bapak mereka, dan keluarga mereka, agar
paduka mengembalikan orang-orang ini pada kaumnya.”
Raja Negus yang bijaksana tidak langsung menerima usulan utusan Quraisy.
Tetapi memilih untuk menerima penjelasan dari kaum Muslimin, agar dirinya
mengetahui secara jelas mana yang benar dan mana yang salah.
“Agama apa yang menyebabkan kalian meninggalkan ajaran nenek moyang
kalian, dan tidak memeluk agama kami?” Tanya Raja Negus.
Ja’far pun berdiri, dan memandang Raja Negus dengan penuh ketenangan.
“Wahai Paduka yang mulia, dahulu kami memang orang yang sangat bodoh.
Kami menyembah berhala, memakan bangkai, melakukan perbuatan keji, memutuskan
silaturahmi, menyakiti tetangga. Yang kuat menyiksa yang lemah. Hingga datanglah
waktu Allah mengirimkan Rosul-Nya kepada kami dari golongan kami sendiri. Kami
mengenal asal-usulnya, kejujurannya, dan kemuliaan jiwanya. Ia mengajak kami
untuk menyembah Allah yang Satu, dan agar membuang apa yang dulu pernah kami
sembah berupa batu dan berhala.
Beliau menyuruh kami untuk berbicara yang benar, menunaikan amanah,
menghubungkan silaturahmi, berbuat baik kepada tetangga, dan menahan diri untuk
tidak menumpahkan darah serta semua yang dilarang oleh Allah.
Kami dilarang berbuat keji dan zina, berbohong, memakan harta anak yatim,
dan menuduh jahat pada wanita baik-baik. Lalu kami benarkan dan kami ikuti
ajarannya. Kami mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan menghalalkan
apa yang dihalalkan oleh Allah.
Kaum Quraisy memusuhi dan menggoda kami agar kami kembali menyembah
berhala dan berbuat jahat lagi. Maka, ketika mereka menyiksa kami dan
menghalang-halangi kami untuk beribadah, kami keluar hijrah dari negeri kami ke
negeri paduka, dengan harapan kami mendapat perlindungan dan terhindar dari
siksaan mereka.”
Ja’far mengucapkannya dengan tegas, namun lembut. Kata-katanya membuat
Raja Negus menjadi terharu.
“Apakah anda membawa wahyu yang diturunkan pada Rosulmu?” Tanya Raja
Negus.
“Ada.” Jawab Ja’far.
“Cobalah bacakan untukku.” Kata Raja Negus.
Ja’far pun membaca bagian dari surat Maryam dengan irama yang bagus dan
penuh kekhusyu’an. Mendengar Ja’far membaca, Raja Negus dan para pendeta pun
menangis tersedu-sedu. Hingga Ja’far berhenti membaca, Raja Negus berpaling
pada kedua utusan Quraisy.
“Apa yang dibaca tadi dan apa yang dibawa oleh Nabi Isa Alaihissalam
berasal dari sumber yang sama. Silahkan kalian pergi! Demi Allah saya tidak
akan menyerahkan mereka pada kalian!”
Selesailah pertemuan itu. Raja Negus telah memihak kaum muslimin. Tapi
Amr bin ‘Ash masih belum puas. Ia masih ingin berupaya menjelek-jelekkan kaum
muslimin di hadapan Raja Negus, sehingga Raja Negus mengusir mereka. Dan kafir
Quraisy bisa menyiksa kaum muslimin lagi. Amr mendapat ide yang menurutnya
bagus.
Keesokan harinya, Amr menghadap Raja Negus dan berkata,
“Wahai Paduka, orang-orang Islam telah berkata yang keji dan merendahkan kedudukan Isa.”
Kata Amr. Mendengar kata-kata Amr, para pendeta menjadi marah. Raja Negus yang
bijaksana tidak langsung mempercayainya, tetapi ingin mendengar sendiri apa
kata kaum muslimin tentang Isa. Raja Negus kembali memanggil mereka.
Ja’far kembali berdiri dan menjawab pertanyaan Raja Negus.
“wahai Ja’far, Bagaimana pandangan Islam terhadap Isa?” Tanya Raja Negus.
Dengan tenang Ja’far menjawab.
“Kami akan mengatakan tentang Isa Alaihissalam sesuai keterangan Nabi
Muhammad dengan sabdanya ‘Ia (Nabi Isa) adalah seorang hamba Allah dan
Rosul-Nya serta kalimah-Nya yang ditiupkan-Nya kepada Maryam dan ruh dari-Nya’”
Raja Negus bertepuk tangan, tanda setuju.
“Ya! Memang begitulah yang dikatakan Isa tentang dirinya. Wahai
orang-orang Islam, silahkan kalian tinggal bebas di negeriku. Dan siapa yang
berani mencela dan menyakiti kalian, orang itu akan mendapat hukuman yang
setimpal dengan perbuatannya!”
Lalu Raja Negus berpaling pada para pendetanya.
“Kembalikan hadiah-hadiahnya pada kedua orang Quraisy ini! Sungguh aku
tidak membutuhkannya! Demi Allah, Allah tidak pernah mengambil uang suap dari
diriku sewaktu Allah member tahta kerajaan ini padaku, karena itu aku juga
tidak akan menerimanya dalam hal ini!”
Kedua utusan Quraisy pun meninggalkan ruangan itu dengan perasaan hina
dan malu. Mereka segera pulang ke Mekkah. Sementara itu orang-orang Islam
dibawah pimpinan Ja’far, kembali ke rumah-rumah mereka dengan perasaan damai
dan bahagia.
Kembali bersama Nabi Muhammad
Ja’far dan para sahabatnya di Ethiopia ingin segera bergabung dengan Nabi
Muhammad dan para sahabat lainnya di Madinah. Karena itulah mereka segera
meninggalkan Ethiopia dan bersegera menuju Madinah.
Pada saat mereka tiba di Madinah, Nabi Muhammad dan para sahabatnya
sedang bergembira atas kemenangan mereka pada perang Khaibar. Nabi Muhammad
lebih bergembira lagi ketika melihat Ja’far dan para sahabatnya kembali dari
Ethiopia.
Nabi Muhammad segera memeluk Ja’far dengan sukacita, seraya bersabda,
“Aku tidak tahu mana yang lebih membuatku gembira, apakah kemenangan di
Khaibar atau kembalinya Ja’far!”
Ja’far menahan rasa haru yang luar biasa, ketika mendengar cerita-cerita
Nabi Muhammad semasa dirinya di Ethiopia. Beberapa kali peperangan yang terjadi
membuat para sahabat yang dulu dikenalnya menjadi syahid. Mereka telah menjadi pahlawan dan telah
dijanjikan surga untuk mereka. Ja’far merindukan surga sebagaimana para sahabat
yang telah mendahuluinya.
Nabi Muhammad member tahu kaum muslimin untuk bersiap-siap berangkat
Perang Muktah. Perang ini melawan tentara Kerajaan Romawi yang besar dan kuat.
Mereka memiliki pengalaman berperang yang handal, didukung persenjataan yang
lengkap dan banyak. Jumlah tentara Romawi sangat banyak, dan belum pernah umat
Islam berperang melawan sepasukan tentara sebanyak itu sebelumnya.
Ja’far yang sudah sangat merindukan syahid segera bergabung. Ja’far pun
ditunjuk oleh Nabi Muhammad sebagai panglima perang bersama Zaid bin Haritsah
dan Abdullah bin Rawahah. Mereka dan kaum muslimin lainnya akan melawan 200.000
tentara Romawi. Tetapi tak sedikitpun mereka takut menghadapinya.
Pertama, bendera perang dibawa oleh Zaid bin haritsah. Zaid terus
berperang dengan sengitnya, hingga Zaid gugur. Bendera perang segera diambil
alih oleh Ja’far.
Ja’far berperang dengan semangat yang membara. Ja’far membunuh begitu
banyak tentara Romawi. Karena itulah tentara Romawi merasa harus membunuh
Ja’far. Mereka mengelilingi Ja’far dan mengepungnya. Meskipun dikepung, Ja’far
terus menyerang seakan-akan Ja’far adalah sepasukan tentara.
Tentara Romawi semakin memperbanyak pasukannya untuk mengepung Ja’far.
Mereka berhasil menebas tangan kanan Ja’far. Ja’far segera merebut bendera
dengan tangan kirinya. Tentara Romawi pun menebas tangan kirinya. Ja’far masih
berusaha memeluk bendera dengan pangkal lengan dan dadanya. Hingga akhirnya
Ja’far gugur dalam perang itu, dan bendera perang diambil oleh Abdullah bin
Rawahah, yang pada akhirnya akan gugur juga.
Allah memberi tahu keadaan perang ini pada Nabi Muhammad. Allah juga
member tahu keadaan Ja’far. Nabi Muhammad menangis sedih mendengarnya. Beliau
segera pergi ke rumah Ja’far dan memeluk anak-anaknya.
Nabi Muhammad kembali ke majlis bersama para sahabatnya. Beliau bersabda,
“Aku telah melihatnya (Ja’far) di surga, kedua bahunya yang penuh bekas
luka dan darah dihiasi dengan tanda-tanda kehormatan!”
Nabi Muhammad juga memberi Ja’far dengan gelar Si Bersayap Dua di
Surga…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar