Pak Handoko adalah sebuah pengusaha yang sukses. Rumahnya sangat besar
dan luas. Di belakang rumahnya, Pak Handoko memiliki pertanian dan peternakan.
Pak Handoko memiliki tiga orang anak laki-laki. Mereka bernama Aslam,
Agfar, dan Akram. Ketiganya memiliki sifat yang sangat berlainan.
Aslam sangat riang dan banyak bicara. Siapapun yang berjumpa dengannya,
pasti diajak berbicara. Aslam mempunyai banyak teman. Selain itu, Aslam juga
hobi menyanyi. Setiap hari, pasti akan terdengar suara Aslam yang merdu di
rumah Pak Handoko.
Sebaliknya Agfar yang cerdas, tetapi sangat pemarah. Agfar tidak bisa
melihat adanya sedikit ketidakberesan di depannya. Agfar pasti akan langsung
marah-marah pada siapa saja yang ditemuinya. Meskipun nilai-nilainya di sekolah
sangat gemilang, Agfar hampir tidak mempunyai teman.
Berbeda lagi dengan Akram. Akram sangat pendiam, dan suka berpikir. Akram
tidak berbicara kecuali seperlunya saja. Tetapi hatinya sangat lembut. Akram
tidak tega bila ada orang yang membutuhkan sesuatu. Bila dia memilikinya, pasti
akan segera diberi. Akram juga suka memperhatikan orang lain, hingga banyak
orang yang menyayanginya.
Sekarang ini Pak Handoko sedang kebingungan. Pak Handoko mempunyai sebuah
jam bandul emas yang sangat bagus. Jam itu berlapis emas, dan disekelilingnya
dihiasi batu permata yang indah. Jam ini adalah warisan dari kakek Pak Handoko.
Semua anak-anaknya tahu, betapa Pak Handoko sangat menyayangi jam itu.
Pak Handoko bingung, kepada anaknya yang mana sebaiknya jam bandul ini diwariskan.
Kepada Aslam yang periang, Agfar yang cerdas, atau Akram yang pendiam? Pak
Handoko pun memikirkan masalah ini beberapa lama, mengingat kondisinya sekarang
dengan usia yang tua dan sakit-sakitan. Hingga akhirnya Pak Handoko mendapat
akal.
Suatu malam yang gelap, Pak Handoko pergi ke gudang jerami dibelakang
rumahnya. Pak Handoko menyembunyikan jam bandul emas itu di gudang jerami. Pak
Handoko bermaksud hendak menguji ketiga anaknya untuk mencari-cari jam itu. Dan
tentu saja, siapa yang menemukannya, berhak mewarisi jam itu.
Keesokan harinya, Pak Handoko mengumpulkan ketiga anaknya.
“Aslam, Agfar, dan Akram, anak-anakku tercinta. Kalian tentu mengetahui
jam bandul emas kesayangan Ayah. Ayah sangat mencintai jam warisan kakek ayah
tersebut.” Kata pak Handoko. Semuanya mengangguk-angguk mengerti.
“Nah, sekarang jam itu hilang di gudang jerami belakang rumah kita. Ayah
minta tolong kalian untuk mencari jam itu secara bergantian. Bagi siapa yang
menemukannya akan berhak memiliki jam itu.” Pak Handoko menjelaskan. Ketiga
anak Pak Handoko tidak bisa menolak permintaan ayahnya. Apalagi Agfar, dalam
hati Agfar mengomel bagaimana jam seperti itu kok bisa hilang di dalam gudang
jerami. Wajahnya cemberut, tapi ia berangkat juga ke gudang jerami bersama ayah
dan kedua saudaranya.
“Silahkan Aslam, kamu mendapat giliran pertama, Bawalah senter ini,
karena didalam sana
gelap.” Kata Pak Handoko sambil menyerahkan senter pada Aslam. Aslam pun
menerimanya dengan tersenyum.
Aslam mulai mencari-cari sambil bernyanyi riang. Suaranya keras sekali,
hingga Pak Handoko bisa mendengarnya dari luar. Aslam terus mencari di setiap
sudut ruangan diiringi oleh nyanyiannya yang merdu. Dari satu lagu beralih ke
lagu yang lain. Namun hingga suaranya habis, Aslam tidak bisa menemukan jam
bandul emas milik ayahnya. Aslam menyerah.
“Maaf, Ayah. Aku tidak bisa menemukan jam itu.” Katanya lirih. Pak
Handoko mengangguk.
“Tidak apa-apa, Nak. Sekarang giliranmu, Agfar. Ambillah senter ini dan
carilah jam milik Ayah.” Kata Pak Handoko sambil menyerahkan senter pada Agfar.
Agfar menerimanya dengan wajah cemberut.
Agfar masuk kedalam gudang jerami dan mulai mengomel.
“Mengapa ayah meributkan satu jam yang hilang? Padahal ayah kan bisa membeli banyak
jam yang jauh lebih bagus dari yang hilang ini? Kakek juga sudah meninggal,
jadi tidak akan tahu bila jamnya hilang atau apa….”
Agfar terus mengomel sepanjang pencariannya sambil menyorotkan senternya
ke berbagai arah. Hingga baterai senternya habis, Agfar juga belum bisa
menemukan jam bandul emas kesayangan ayahnya.
“Mungkin sudah ada orang yang mengambilnya, Ayah.” Kata Agfar. Pak
handoko tersenyum.
“Biarlah Akram mencoba mencarinya dulu.” Kata Pak Handoko dengan sabar.
“Nah, Akram, sekarang giliranmu. Ambil senter ini, Nak, dan semoga kamu
bisa menemukan jam milik ayah.”
“Terima kasih, Ayah. Aku akan berusaha keras mencari jam itu. Aku akan
sangat sedih kalau sampai jam itu benar-benar hilang, karena apapun yang ayah
sayangi akan aku sayangi juga.” Kata Akram.
Pak Handoko terharu mendengar jawaban Akram. Memang selama ini Akramlah
yang paling memperhatikan dirinya. Akram juga lah yang paling mengetahui
apa-apa yang disukai maupun dibenci oleh ayahnya.
Akram pun masuk kedalam gudang jerami. Semuanya mulai bersiap-siap
menunggu lama. Mengingat Aslam dan Agfar juga mencarinya dalam waktu yang
sangat lama.
Tiba-tiba, sebentar saja Akram sudah keluar dari gudang jerami itu dan
ditangannya terdapat jam bandul emas!!
“Ambillah, Ayah. Ini jam ayah sudah saya temukan.” Kata akram sambil
menyerahkan jam bandul emas itu pada ayahnya. Pak Handoko sangat terkejut.
Begitu juga Aslam dan Agfar.
“Cepat sekali, Nak. Bagaimana kamu bisa menemukannya secepat itu?” Tanya
Pak Handoko. Akram tersenyum.
“Mudah sekali. Andaikan Aslam dan Agfar melakukan apa yang saya lakukan,
pasti mereka juga dengan mudah menemukan jam bandul emas ini.” Kata Akram.
“Apa yang kamu lakukan?” Tanya Agfar tidak sabar.
“Saya tidak melakukan apa-apa. Didalam gudang jerami yang gelap itu, saya
hanya duduk dan berusaha berpikir jernih. Ternyata dengan diam, saya bisa
mendengar suara detik jarum jam itu, maka saya dengan mudah bisa menemukan jam
itu diantara tumpukan jerami.” Akram menjelaskan panjang lebar.
Pak Handoko tersenyum bahagia. Dia yakin Akram lah orang yang tepat yang
bisa menjaga jam bandul emas warisannya.
“Nah…sekarang jam ini menjadi milikmu, Akram. Simpanlah, dan tolong jaga
jam bandul emas ini hati-hati.” Kata Pak Handoko sambil menyerahkan jam pada
Akram. Akram menerimanya dengan tersenyum.
“Terima kasih, Ayah….”
Ternyata dengan berpikir jernih, jawaban atas persoalan yang tampak rumit
bisa jadi sangat sederhana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar