Jumat, 07 Juli 2017

Cerpen - Jam Bandul Emas

Pak Handoko adalah sebuah pengusaha yang sukses. Rumahnya sangat besar dan luas. Di belakang rumahnya, Pak Handoko memiliki pertanian dan peternakan.
Pak Handoko memiliki tiga orang anak laki-laki. Mereka bernama Aslam, Agfar, dan Akram. Ketiganya memiliki sifat yang sangat berlainan.
Aslam sangat riang dan banyak bicara. Siapapun yang berjumpa dengannya, pasti diajak berbicara. Aslam mempunyai banyak teman. Selain itu, Aslam juga hobi menyanyi. Setiap hari, pasti akan terdengar suara Aslam yang merdu di rumah Pak Handoko.
Sebaliknya Agfar yang cerdas, tetapi sangat pemarah. Agfar tidak bisa melihat adanya sedikit ketidakberesan di depannya. Agfar pasti akan langsung marah-marah pada siapa saja yang ditemuinya. Meskipun nilai-nilainya di sekolah sangat gemilang, Agfar hampir tidak mempunyai teman.
Berbeda lagi dengan Akram. Akram sangat pendiam, dan suka berpikir. Akram tidak berbicara kecuali seperlunya saja. Tetapi hatinya sangat lembut. Akram tidak tega bila ada orang yang membutuhkan sesuatu. Bila dia memilikinya, pasti akan segera diberi. Akram juga suka memperhatikan orang lain, hingga banyak orang yang menyayanginya.
Sekarang ini Pak Handoko sedang kebingungan. Pak Handoko mempunyai sebuah jam bandul emas yang sangat bagus. Jam itu berlapis emas, dan disekelilingnya dihiasi batu permata yang indah. Jam ini adalah warisan dari kakek Pak Handoko. Semua anak-anaknya tahu, betapa Pak Handoko sangat menyayangi jam itu.
Pak Handoko bingung, kepada anaknya yang mana sebaiknya jam bandul ini diwariskan. Kepada Aslam yang periang, Agfar yang cerdas, atau Akram yang pendiam? Pak Handoko pun memikirkan masalah ini beberapa lama, mengingat kondisinya sekarang dengan usia yang tua dan sakit-sakitan. Hingga akhirnya Pak Handoko mendapat akal.
Suatu malam yang gelap, Pak Handoko pergi ke gudang jerami dibelakang rumahnya. Pak Handoko menyembunyikan jam bandul emas itu di gudang jerami. Pak Handoko bermaksud hendak menguji ketiga anaknya untuk mencari-cari jam itu. Dan tentu saja, siapa yang menemukannya, berhak mewarisi jam itu.
Keesokan harinya, Pak Handoko mengumpulkan ketiga anaknya.
“Aslam, Agfar, dan Akram, anak-anakku tercinta. Kalian tentu mengetahui jam bandul emas kesayangan Ayah. Ayah sangat mencintai jam warisan kakek ayah tersebut.” Kata pak Handoko. Semuanya mengangguk-angguk mengerti.
“Nah, sekarang jam itu hilang di gudang jerami belakang rumah kita. Ayah minta tolong kalian untuk mencari jam itu secara bergantian. Bagi siapa yang menemukannya akan berhak memiliki jam itu.” Pak Handoko menjelaskan. Ketiga anak Pak Handoko tidak bisa menolak permintaan ayahnya. Apalagi Agfar, dalam hati Agfar mengomel bagaimana jam seperti itu kok bisa hilang di dalam gudang jerami. Wajahnya cemberut, tapi ia berangkat juga ke gudang jerami bersama ayah dan kedua saudaranya.
“Silahkan Aslam, kamu mendapat giliran pertama, Bawalah senter ini, karena didalam sana gelap.” Kata Pak Handoko sambil menyerahkan senter pada Aslam. Aslam pun menerimanya dengan tersenyum.
Aslam mulai mencari-cari sambil bernyanyi riang. Suaranya keras sekali, hingga Pak Handoko bisa mendengarnya dari luar. Aslam terus mencari di setiap sudut ruangan diiringi oleh nyanyiannya yang merdu. Dari satu lagu beralih ke lagu yang lain. Namun hingga suaranya habis, Aslam tidak bisa menemukan jam bandul emas milik ayahnya. Aslam menyerah.
“Maaf, Ayah. Aku tidak bisa menemukan jam itu.” Katanya lirih. Pak Handoko mengangguk.
“Tidak apa-apa, Nak. Sekarang giliranmu, Agfar. Ambillah senter ini dan carilah jam milik Ayah.” Kata Pak Handoko sambil menyerahkan senter pada Agfar. Agfar menerimanya dengan wajah cemberut.
Agfar masuk kedalam gudang jerami dan mulai mengomel.
“Mengapa ayah meributkan satu jam yang hilang? Padahal ayah kan bisa membeli banyak jam yang jauh lebih bagus dari yang hilang ini? Kakek juga sudah meninggal, jadi tidak akan tahu bila jamnya hilang atau apa….”
Agfar terus mengomel sepanjang pencariannya sambil menyorotkan senternya ke berbagai arah. Hingga baterai senternya habis, Agfar juga belum bisa menemukan jam bandul emas kesayangan ayahnya.
“Mungkin sudah ada orang yang mengambilnya, Ayah.” Kata Agfar. Pak handoko tersenyum.
“Biarlah Akram mencoba mencarinya dulu.” Kata Pak Handoko dengan sabar.
“Nah, Akram, sekarang giliranmu. Ambil senter ini, Nak, dan semoga kamu bisa menemukan jam milik ayah.”
“Terima kasih, Ayah. Aku akan berusaha keras mencari jam itu. Aku akan sangat sedih kalau sampai jam itu benar-benar hilang, karena apapun yang ayah sayangi akan aku sayangi juga.” Kata Akram.
Pak Handoko terharu mendengar jawaban Akram. Memang selama ini Akramlah yang paling memperhatikan dirinya. Akram juga lah yang paling mengetahui apa-apa yang disukai maupun dibenci oleh ayahnya.
Akram pun masuk kedalam gudang jerami. Semuanya mulai bersiap-siap menunggu lama. Mengingat Aslam dan Agfar juga mencarinya dalam waktu yang sangat lama.
Tiba-tiba, sebentar saja Akram sudah keluar dari gudang jerami itu dan ditangannya terdapat jam bandul emas!!
“Ambillah, Ayah. Ini jam ayah sudah saya temukan.” Kata akram sambil menyerahkan jam bandul emas itu pada ayahnya. Pak Handoko sangat terkejut. Begitu juga Aslam dan Agfar.
“Cepat sekali, Nak. Bagaimana kamu bisa menemukannya secepat itu?” Tanya Pak Handoko. Akram tersenyum.
“Mudah sekali. Andaikan Aslam dan Agfar melakukan apa yang saya lakukan, pasti mereka juga dengan mudah menemukan jam bandul emas ini.” Kata Akram.
“Apa yang kamu lakukan?” Tanya Agfar tidak sabar.
“Saya tidak melakukan apa-apa. Didalam gudang jerami yang gelap itu, saya hanya duduk dan berusaha berpikir jernih. Ternyata dengan diam, saya bisa mendengar suara detik jarum jam itu, maka saya dengan mudah bisa menemukan jam itu diantara tumpukan jerami.” Akram menjelaskan panjang lebar.
Pak Handoko tersenyum bahagia. Dia yakin Akram lah orang yang tepat yang bisa menjaga jam bandul emas warisannya.
“Nah…sekarang jam ini menjadi milikmu, Akram. Simpanlah, dan tolong jaga jam bandul emas ini hati-hati.” Kata Pak Handoko sambil menyerahkan jam pada Akram. Akram menerimanya dengan tersenyum.
“Terima kasih, Ayah….”

Ternyata dengan berpikir jernih, jawaban atas persoalan yang tampak rumit bisa jadi sangat sederhana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar