Taufik sedang membaca buku kumpulan cerpen kesukaannya di teras rumah. Angin
semilir yang sejuk menerpa tubuhnya di siang menjelang sore hari. Taufik duduk
di kursi rotan dan matanya tidak beranjak dari buku yang dipegangnya. Kalau
sudah begitu, Taufik tidak akan mendengar siapapun yang mengajaknya berbicara.
Taufik asyik tenggelam dengan bacaannya.
Terdengar suara adzan Ashar berkumandang, tapi Taufik tidak
memperhatikan. Dia terus saja asyik membaca. Sampai adzan berakhir pun Taufik
belum beranjak dari duduknya.
“Oh…kamu lagi disini ya? Sudah adzan lho Fik..” kata Ibu. Taufik yang
asyik membaca tidak memperhatikan kata-kata ibunya.
“Fik, kamu mau sholat nggak?” Tanya ibu. Tetap saja tidak ada jawaban
dari Taufik. Ibu menggeleng-gelengkan kepalanya, maklum dengan keadaan seperti
ini. Taufik harus dibuyarkan konsentrasinya kalau sedang membaca. Kalau tidak,
jangan harap dia bisa menjawab pertanyaan dari siapapun.
Ibu mendekati Taufik, dan mengambil buku yang sedang dipegang Taufik
secara tiba-tiba.
“Ya Allah…Ibu mengagetkan saja…” kata Taufik dengan kagetnya. Ibu
tersenyum, sambil mengembalikan buku pada Taufik.
“Habisnya, kamu dipanggil dari tadi tidak menjawab…” kata ibu.
“Masa, sih? Kok aku nggak dengar…sudah adzan atau belum ya, Bu?” Tanya
Taufik kebingungan.
“Sudah selesai adzannya, baru aja. Cepat ke masjid ya! Jangan sampai
terlambat!” kata Ibu, sambil berlalu masuk ke rumah. Mendengar itu, Taufik
segera meninggalkan bukunya dan bersiap-siap untuk sholat Ashar berjama’ah di
masjid.
Sepulang dari masjid, Taufik jadi berpikir. Untuk apa ya, kok aku harus
susah-susah dan capek-capek pergi ke masjid untuk melakukan sholat? Sholat kan bisa dilakukan
dimana saja. Berarti, sholat juga bisa dilakukan di rumah kan ? Mengapa ayah dan ibu menyuruhnya ke
masjid? Dan mengapa pula ibu jarang sekali ke masjid? Ibu menyuruhku ke masjid,
sementara ibu sendiri sholat dirumah. Kalau begitu, ibu curang dong, pikir
Taufik.
“Assalamu’alaikum…” salam Taufik ketika sudah masuk ke rumahnya.
“Wa’alaikumussalam.” Jawab ibu. Pasti ibu ada di mushola. Tebakan Taufik
benar, Ibu baru saja menyelesaikan sholat Ashar di mushola rumahnya. Ketika
Taufik ke mushola, ibu sedang melepas mukena, lalu melipatnya rapid an
meletakkannya dirak kecil di pojok ruangan.
“Bu, nanti Taufik sholat maghribnya di rumah saja ya, sama ibu.” Kata
Taufik. Ibu duduk di karpet dan menyilahkan Taufik untuk duduk di dekatnya.
“Lho, memangnya ada apa, Fik? Kamu sakit ya?” Tanya ibu.
“Nggak.” Jawab Taufik.
“Lalu?” Tanya ibu penuh selidik.
“Sama aja kan ,
sholat bisa dilakukan dimana saja.” Jawab Taufik. Mendengar itu ibu tersenyum.
Ibu memahami kalau anaknya ini sedang membutuhkan penjelasan. Taufik memang
sangat kritis terhadap persoalan yang ada di sekitarnya, dan bertanya pada ibu
atau ayahnya.
“Kamu kan
sudah tahu, kalau sholat berjama’ah itu pahalanya besar. Dua puluh tujuh
derajat lo…Kan
banyak sekali tuh…” jawab ibu.
“Iya, kan
sholat berjama’ahnya bisa dilakukan di rumah sama ibu.” Jawab Taufik lagi.
Dengan sabar ibu berusaha menjelaskan.
“Nabi Muhammad memerintahkan umat Islam yang laki-laki untuk sholat
berjama’ah di masjid. Pasti ada banyak hikmahnya mengapa Nabi memerintahkan
begitu. Salah satu manfaatnya, selain pahala yang besar, di masjid kamu bisa
berkumpul dengan banyak orang. Contohnya, dari mana kamu bisa kenal dan akrab
dengan Riza sahabatmu? Dari masjid, kan ?”
Taufik manggut-manggut mendengar jawaban ibunya. Tapi masih ada yang
mengganjal di hatinya. Taufik pun terus bertanya lagi.
“Hanya itu, Bu?” Tanya Taufik.
“Tidak, Fik. Masih banyak keutamaan kalau kamu berangkat ke masjid.
Setiap langkah kamu berjalan ke masjid, adalah menggugurkan satu dosamu dan
menambah satu pahalamu. Shof atau barisan sholat yang rapat, menandakan bahwa
umat Islam harus bersatu, tanpa membedakan suku, golongan, miskin, kaya,
pejabat, rakyat, dan lain-lain. Kita ini sama di hadapan Allah, yang membedakan
hanyalah ketakwaannya.”
“Tapi kenapa ibu sholatnya di rumah kalau ibu tahu bahwa pahalanya sholat
di masjid begitu besarnya?” Ibu tersenyum geli mendengarnya. Sedang protes
rupanya, pikir ibu dalam hati.
“Kalau sholatnya orang perempuan itu lebih baik di rumah, Fik. Bukannya
tidak boleh ke masjid, tetapi jauh lebih utama di rumah saja.” Jawab ibu.
“Yaaah…enak dong, nggak harus keluar rumah!” seru Taufik.
“Laki-laki dan perempuan memang berbeda aturannya, dan Islam sudah
mengatur semuanya dengan sangat sempurna. Tubuh laki-laki kan jauh lebih kuat dari tubuh perempuan.
Juga perempuan akan menimbulkan hal-hal tidak baik bila mereka pergi ke masjid.
Jadi, ada hikmahnya lah…”
Taufik terdiam. Pikirannya sibuk mencerna kata-kata ibunya. Ada saja yang masih
mengganjal dan belum difahaminya.
“Kalau sedang sakit, gimana Bu? Apa tetap harus ke masjid?” Tanya Taufik
lagi.
“Taufik kalau bertanya, harus dijawab dengan tuntassss…” kata ibu. Taufik
tertawa-tawa.
“Habisnya, masih penasaran sih, Bu.” Kata Taufik.
“Nggak apa-apa, malah bagus kok. Ibu senang kalau anaknya bertanya.
Artinya, kamu ingin menambah ilmumu. Baiklah, ibu akan menjelaskan. Nabi Muhammad
pernah bersabda, yang isinya kalau kita tahu betapa besar pahala sholat
berjama’ah di masjid, kita akan segera pergi ke masjid walaupun dengan
merangkak. Artinya, dalam keadaan apapun, kita tetap harus berusaha ke masjid.
Pernah ada seorang sahabat Nabi Muhammad yang buta, meminta keringanan
pada Nabi Muhammad agar diperbolehkan sholat dirumah. Nabi Muhammad tidak
mengijinkan, dan tetap memerintahkan sahabat tadi untuk pergi ke masjid karena
ia masih mendengar adzan.
Kecuali bila kamu sakit yang parah, dan kalau pergi ke masjid akan
menambah sakitnya, maka dibolehkan untuk sholat dirumah. Dan tetap diusahakan
untuk berjama’ah.”
“Gimana, sudah faham kan ?”
Tanya ibu.
“Sudah, Bu..” jawab taufik.
“Kalau masih ingin tahu lebih detailnya, baca saja buku tentang sholat
berjama’ah, disana akan dijelaskan satu persatu.”
“Iya, Bu…Tapi….” Taufik terdiam.
“Tapi apa lagi?” Tanya Ibu.
“Mmm…ada makanan kecil nggak, untuk sore ini? Taufik lapar nih…” tanya
Taufik malu-malu. Ibu membelai kepala Taufik dengan sayang.
“Ada tuh,
ibu buat cake kesukaanmu untuk sore ini.” Jawab Ibu.
“Wah…ibu memang ibu terbaik di dunia..” kata Taufik sambil berlari ke
dapur. Ibu berjalan mengikuti Taufik ke dapur.
Tapi, di dapur Taufik sudah tidak ada. Kemana dia? Ternyata, ibu sudah
menemukannya di teras, melanjutkan bacaannya yang tadi, ditemani sepiring cake
lezat buatan ibu. Semakin asyik Taufik membacanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar