Jumat, 07 Juli 2017

Sa'ad bin Abi Waqqash

Sa’ad Masuk Islam
Pada suatu malam, Sa’ad bermimpi. Mimpinya sungguh aneh. Belum pernah Sa’ad bermimpi seperti itu.
Pada mimpinya, Sa’ad berada dalam suatu kegelapan. Makin lama, terasa semakin gelap. Lalu Sa’ad melihat ada cahaya bulan. Sa'ad mencoba mengikuti cahaya bulan itu sehingga Sa'ad tidak merasa gelap lagi. Sa'ad melihat ada 3 orang yang telah berjalan di depannya, yaitu Zaid bin Haritsah, Ali bin abi Thalib, dan Abu Bakar. Sa'ad pun bertanya kepada mereka.
“Sejak kapan kalian ada disini?”
“Belum lama.” Jawab mereka.
Siang harinya, Sa'ad mendengar bahwa Nabi Muhammad menyampaikan ajaran agama Islam dengan sembunyi-sembunyi. Dan yang telah mengikutinya adalah Zaid, Ali dan Abu Bakar. Persis seperti dalam mimpinya.
Sa'ad merasa yakin akan kebenaran agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Karena itulah Sa'ad segera menemui Nabi Muhammad dan bersyahadat.
Nabi Muhammad sangat gembira atas keislaman Sa'ad karena Sa'ad terkenal akan sifatnya yang cerdas dan berani.
Keluarga Sa'ad sangat marah ketika tahu bahwa Sa'ad telah meninggalkan ajaran nenek moyang mereka, yaitu menyembah berhala. Terutama adalah ibu Sa'ad.
“Mengapa kamu masuk Islam dan meninggalkan agama nenek moyang kita?” Tanya ibu Sa'ad dengan marah. Sa'ad adalah anak yang sangat patuh kepada ibunya. Namun ketika Islam telah masuk kuat kedalam hatinya, apapun itu tidak akan bisa melepasnya.
“Ibu, saya masuk Islam, karena saya yakin bahwa Islamlah yang benar. Islam mengajarkan kepada kita untuk menyembah Allah yang Maha Esa.” Jawab Sa'ad dengan lembut.
“Saya tidak setuju kalau kamu masuk Islam! Saya akan mogok makan dan minum, hingga kamu keluar dari Islam. Biarlah semua orang mencelamu karena melihat keadaanku nanti.” Ibu Sa'ad mengancam. Sa'ad sangat sedih mendengarnya.
“Jangan lakukan itu, Bu. Sungguh saya tidak bisa meninggalkan ajaran yang benar ini.” Jawab Sa'ad.
Ibu Sa'ad benar-benar melakukan aksi mogok makan dan mogok minumnya. Keadaannya semakin lama semakin buruk. Wajahnya semakin pucat, badannya pun semakin kurus. Saudara-saudara Sa'ad selalu menyalahkan Sa'ad atas keadaan ibunya.
Lalu Sa'ad pun menemui ibunya untuk membujuknya lagi. Meski keadaannya sudah semakin lemah, ibu Sa'ad masih menggeleng tanda bahwa dirinya masih terus akan mogok makan hingga Sa'ad keluar dari Islam dan kembali menyembah berhala. Saat itu pun akhirnya Sa'ad menjawab dengan kelembutan dan ketegasannya.
“Ibu, walaupun ibu mempunyai seratus nyawa, lalu nyawa itu keluar satu per satu agar saya meninggalkan Islam, sungguh saya tidak akan melakukannya. Saya sangat mencintai ibu, tapi saya lebih mencintai Allah dan Rosul-Nya. Sekarang terserah pada Ibu, apakah Ibu mau makan atau tidak.”
Mendengar jawaban yang tegas dari Sa'ad, akhirnya berhentilah aksi mogok makan dan mogok minum ibunya. Sa'ad pun merasa lega.
Keesokan harinya saat para sahabat berkumpul, Nabi Muhammad menyampaikan wahyu dari Allah yang turun untuk mendukung sikap Sa'ad bin Abi Waqqash kepada ibunya.
Nabi Muhammad sangat menyayangi Sa'ad, hingga pada suatu kesempatan, Nabi Muhammad bersabda kepada para sahabatnya.
“Akan muncul di hadapan kalian seseorang ahli surga.”
Tak lama kemudian, muncullah Sa'ad bin Abi Waqqash.
Sa'ad selalu berusaha membela Nabi Muhammad dalam keadaan apapun. Pada suatu hari ketika Nabi Muhammad dan para sahabat sedang melakukan sholat berjama’ah, beberapa orang kafir Quraisy mengganggu Nabi Muhammad dan para sahabat. Melihat itu, Sa'ad lalu memukul salah satu diantara mereka dengan tulang unta hingga terluka. Itulah darah musuh pertama yang dikeluarkan oleh Sa'ad dalam membela Nabi Muhammad dan Islam.

Panah yang Jitu dan Do’a yang Makbul
Nabi Muhammad pernah berdo’a untuk Sa'ad bin Abi Waqqash,
“Ya Allah, tepatkanlah sasaran panahnya dan kabulkanlah do’a Sa'ad!”
Maka Sa'ad menjadi orang yang selalu tepat pada sasaran bila memanah dan selalu terkabul do’anya.
Ketika perang Uhud, Sa'ad termasuk sepuluh orang yang tinggal dan melindungi Nabi Muhammad. Sa'ad terus melemparkan anak panahnya sehingga Nabi Muhammad bersabda,
“Panahlah, Sa'ad! Ayah dan ibuku menjadi tebusannya.” Sa'ad sangat gembira mendengarnya.
Suatu hari, ada seseorang yang mencela Ali bin Abi Thalib, Talhah bin Ubaidillah, dan Zubair bin Awwam di depan Sa'ad. Sa'ad mencoba memberi tahu orang itu.
“Kamu jangan mencela sahabat-sahabatku.” Kata Sa'ad. Tetapi, orang itu terus mencela mereka. Akhirnya, Sa'ad berdiri lalu mengerjakan sholat 2 roka’at dan berdo’a. setelah itu, datanglah unta yang berlari ke tengah-tengah mereka. Unta itu lalu menyeruduk orang yang menghina tadi, dan menginjaknya hingga meninggal dunia.
Terbuktilah bahwa benar Sa'ad selalu terkabul semua do’anya.

Panglima Perang Qadisiyah, Singa yang Menyembunyikan Kukunya
Pada zaman kekhalifahan Umar bin Khattab, Umar ingin mengalahkan Persia untuk mencabut penyembahan berhala dari muka bumi. Khalifah Umar menyeru kepada seluruh bagian daerah yang sudah dikuasai oleh Islam, agar setiap penduduknya yang mempunyai kekuatan, harta, dan keahlian untuk ikut berperang melawan Persia.
Pasukan Islam datang berbondong-bondong ke Madinah, untuk mendaftar ikut berperang melawan Persia. Setelah pasukannya terkumpul, Umar berunding pada mereka siapa yang akan menjadi panglimanya.
Salah seorang sahabat pun mengusulkan.
“Bagaimana klau panglima kita adalah singa yang menyembunyikan kukunya? Dialah Sa'ad bin Abi Waqqash!”
Umar pun setuju. Akhirnya Sa'ad dipilih untuk memimpin perang Qadisiyah melawan Persia di Irak. Sa'ad memimpin 30.000 pasukan Islam. Perang Qadisiyah termasuk perang yang besar, karena melawan kekuatan Persia yang besar.
Setibanya disana, Sa'ad mengepung benteng mereka. Sa'ad memerintahkan salah satu pasukannya untuk berunding dengan Rustum. Sa'ad tidak menghendaki adanya peperangan yang mengakibatkan jatuhnya korban baik dari pihak musuh maupun dari pasukan Islam.
Sayangnya, Rustum sang panglima Persia yang terkenal itu menolak ajakan Sa'ad untuk masuk Islam dan memilih untuk berperang. Sa'ad sedih sekali sehingga meneteslah air matanya. Karena sedihnya, Sa'ad pun menjadi jatuh sakit.
Akhirnya Sa'ad menyadari bahwa dirinya harus berjuang. Sa'ad pun akhirnya memimpin peperangan ini dalam keadaan sakit. Perang berlangsung sangat lama dan mengakibatkan tewasnya 10.000 pasukan Persia dan 2.000 pasukan Islam.
Rustum sendiri terpenggal kepalanya oleh salah satu pasukan Islam. Dengan matinya Rustum, tentara Persia menjadi lemah semangatnya dan dengan mudah dapat dikalahkan oleh pasukan Islam.
Panglima yang gagah berani itu pun jatuh sakit. Menyadari ajal akan menjemput, anak Sa'ad pun menangis.
“Wahai anakku, apa yang membuatmu menangis? Sungguh aku bahagia karena Nabi Muhammad telah menjaminku untuk masuk surga.”
Sa'ad yang terbaring lemah itu menunjuk pada lemarinya. Anaknya pun membukanya. Didalam lemari itu terdapat selendang yang sangat lusuh.
“Bila aku meninggal, kafanilah aku dengan kain ini. Kain ini aku gunakan untuk menyerang musuh pada perang Badar. Dengan kain ini juga aku ingin menghadap Allah.”

Akhirnya Panglima perang yang gagah berani itu menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar