Jumat, 07 Juli 2017

Umar bin Khattab

Umar bin Khattab Masuk Islam
Siang udara panas. Tampak seseorang yang tinggi besar menaiki kudanya yang tegap. Wajahnya penuh amarah dan tangannya menghunuskan pedang. Siapa saja yang berhadapan dengan orang ini pasti ketakutan.
Dialah Umar yang sedang marah. Umar marah pada Nabi Muhammad yang telah mengajarkan agama baru. Merusak ajaran nenek moyang. Sehingga menyebabkan perpecahan diantara kaum Quraisy. Umar ingin mencari Nabi Muhammad dan membunuhnya dengan pedang miliknya.
Seorang sahabat Nabi Muhammad melihat sikap Umar dan ketakutan bila Umar menemukan Nabi Muhammad dan benar-benar membunuh beliau. Sahabat tersebut menghentikan langkah Umar.
“Berhenti dulu, Umar! Kamu mau kemana?” Tanya sahabat itu. Umar menunjuk ke arah ka’bah dengan pedangnya.
“Aku akan mencari Muhammad dimanapun dia berada dan membunuhnya. Dia telah menyebabkan perpecahan kaum Quraisy!” jawab Umar dengan suara yang menggelegar. Sahabat tersebut mencari akal untuk mengalihkan perhatian Umar.
“Mengapa kamu membunuh Nabi Muhammad padahal keluargamu sendiri telah mengikuti Nabi Muhammad.” Kata sahabat itu dengan ketakutan.
“Keluargaku? Tidak mungkin!!” jawab Umar.
“Betul! Fatimah, adikmu dan Sa’id suaminya sudah mengikuti Nabi Muhammad.” Jelas sahabat itu. Wajah Umar langsung merah mendengar adiknya sudah mengikuti Nabi Muhammad.
“Kurang ajar! Ini tidak boleh dibiarkan!” kata Umar berang, sambil berbalik menuju rumah Fatimah.
Setelah sampai di rumah Fatimah, Umar menggedor pintu rumahnya dengan sangat keras. Fatimah sedang duduk mengaji bersama suaminya, di dampingi oleh Khabab. Khabab lah yang mengajari Fatimah dan Sa’id. Mereka sangat terkejut mendengar suara keras pintu di gedor oleh Umar tersebut.
“Umar yang datang!” bisik Fatimah. Khabab tahu betul sifat keras Umar dan merasa takut karena gedoran keras di pintu itu menunjukkan bahwa Umar sedang marah. Khabab segera bersembunyi.
Sa’id berusaha tenang dan membukakan pintu yang masih terus digedor oleh Umar. Ketika pintu dibuka, Umar segera berkata dengan lantang,
“Kalian telah mengikuti Muhammad kan??” Sa’id terdiam. Saat itu memang keadaan tidak memungkinkan, sehingga orang-orang menyembunyikan keimanan mereka. Umar merasa tidak sabar dan segera memukul Sa’id dengan kerasnya. Fatimah berlari untuk menolong Sa’id. Fatimah pun dipukul juga wajahnya oleh Umar sehingga darahnya mengalir.
“Ya! Pukul saja kami sepuasmu! Kami memang telah beriman pada Nabi Muhammad. Kami telah masuk agama Islam!” kata Fatimah dengan tegas.
Melihat darah yang mengalir di wajah Fatimah, hati Umar pun luluh. Apalagi melihat ketegasan mereka dan kesetiaan pada agama baru mereka. Umar pun terdiam.
“Aku mendengar kalian membaca sesuatu. Tunjukkan padaku bacaan itu.” Kata Umar, kali ini dengan suara melunak.
“Tidak, aku takut kamu akan merusaknya.” Jawab Fatimah.
“Aku bersumpah tidak akan merusaknya. Tolong tunjukkan padaku.” Kata Umar penuh harap.
“Ya, tapi tolong bersucilah dahulu. Sungguh ini adalah mushaf (lembaran) yang suci.” Kata Fatimah. Fatimah pun mengajari Umar cara bersuci.
Setelah Umar selesai bersuci, Fatimah menyerahkan lembaran yang berisi ayat-ayat Al-Qur’an yang diajarkan oleh Khabab. Umar mempelajarinya. Selama ini Umar dikenal sebagai penyair yang bagus. Maka Umar pun memahami bahwa tulisan Al-Qur’an itu sungguh sebuah syair yang maha indah. Air mata Umar mengalir, membasahi lembaran yang dibacanya.
“Bagus sekali…ini pasti bukan buatan manusia. Ini pasti buatan Tuhan semesta alam.” kata Umar dengan penuh kekaguman. Khabab yang mendengar Umar berkata seperti itu pun segera keluar dari tempatnya bersembunyi.
“Umar, aku melihat keadaan ini adalah hasil do’a Nabi Muhammad ‘Ya Allah, muliakanlah Islam dengan islamnya salah satu dari dua Umar, yaitu Umar bin Khatab atau Amru bin Hisyam’” kata Khabab. Umar sangat terkejut.
“Beliau berdo’a seperti itu? Dimanakah Nabi Muhammad berada sekarang ini? Aku akan segera mengikutinya dan masuk Islam juga.” Tanya Umar.
“Ya.” Jawab Khabab. “Temuilah Nabi Muhammad di rumah Arqom bin Abi Arqom.”
Fatimah sangat terharu dan menangis bahagia. Fatimah sangat berharap bahwa yang dimaksud dari do’a Nabi Muhammad adalah abangnya, Umar dan bukan Amru bin Hisyam (Abu Jahal).
Umar menyarungkan pedangnya. Langkahnya pun menjadi lebih tenang. Umar menaiki kudanya dan segera memacunya menuju rumah Arqom bin Abi Arqom. Umar yang sekarang sudah berbeda dengan Umar yang tadi. Dadanya kini sudah dipenuhi oleh cahaya keimanan.
Saat itu dirumah Arqom, Nabi Muhammad dan para sahabat sedang berkumpul. Para sahabat tengah mendengarkan Nabi Muhammad yang mengajarkan tentang Islam. Ketika pintu diketuk, salah satu dari sahabat melihat dari jendela siapa yang datang.
“Umar! Yang datang Umar!” katanya. Semuanya langsung terdiam dengan wajah ketakutan. Mereka tahu persis sifat keras Umar dan bagaimana Umar begitu memusuhi Islam. Mereka takut Umar akan marah disitu. Umar tidak takut pada siapapun.
Hamzah bin Abdul Muthalib segera menenangkan para sahabat.
“Buka pintunya. Kita belum tahu apa maksud kedatangannya. Bila ia bermaksud baik, kita pun akan bersikap baik. Bila ia bermaksud buruk, aku lah yang akan melayaninya.” Para sahabat pun menjadi tenang. Mereka juga tahu bahwa Hamzah pun juga pemberani.
Sahabat pun membukakan pintu untuk Umar.
“Saya mencari Nabi Muhammad.” Katanya dengan pelan. Umar pun dipersilahkan masuk. Umar duduk bersimpuh di depan Nabi Muhammad. Semua yang ada disitu pun menarik nafas. Apa yang akan dilakukan Umar?
“Saksikanlah, saya akan memeluk Islam.” Kata Umar dengan tegas. Nabi Muhammad bersyukur gembira. Para sahabat pun bertakbir dengan lantangnya. Allahu Akbar!! Islam akan semakin kuat dengan berimannya Umar bin Khatab, sang jagoan!
Selama ini kaum muslimin selalu menyembunyikan keislaman mereka, khawatir bila diri dan keluarganya diganggu.
“Bukankah kita di jalan yang benar?” Tanya Umar pada Nabi Muhammad.
“Tentu saja.” Jawab Nabi Muhammad.
“Kalau begitu, mari kita tunjukkan kebenaran itu.” Kata Umar.
Nabi Muhammad dan para sahabat pun berjalan beriringan dan Umar pun memimpin di depan. Mereka berkeliling kota Mekkah sambil bertakbir. Tidak ada satupun yang berani mengganggu, karena ada Umar bin Khatab disana.

Umar, menjadi penyebab turunnya beberapa kali wahyu
Setelah memeluk Islam, Umar berusaha mengamalkan ajaran Islam dengan sungguh-sungguh. Umar termasuk sahabat yang cerdas. Umar bisa membedakan mana perkara yang benar dan mana yang salah. Bahkan dalam beberapa perkara, Umar menjadi penyebab turunnya wahyu. Maka Umar pun diberi gelar Al-Faruq, artinya yang bisa membedakan perkara benar dan salah.
Perkara pertama, adalah tentang minuman keras. Umar pun berdo’a
“Ya Allah, berilah kami penjelasan tentang minuman keras yang dapat menghilangkan akal dan harta manusia.”
Maka turunlah wahyu kepada Nabi Muhammad yang isinya perintah untuk tidak sholat dalam keadaan mabuk. Tetapi kebiasaan minum minuman keras masih belum berhenti dikalangan umat Islam. Umar pun kembali berdo’a
“Ya Allah, berilah kami penjelasan yang pasti tentang minuman keras yang dapat menghilangkan akal dan harta manusia.”
Kemudian turunlah ayat 91 dari surat Al-Maidah yang melarang dengan tegas untuk minum minuman keras.
Perkara kedua adalah saat Umar memberi saran pada Nabi Muhammad agar menyuruh istri-istri beliau untuk menggunakan hijab (cadar). Maka segera turun ayat yang memerintahkan istri-istri Nabi Muhammad untuk menggunakan hijab.
Perkara yang ketiga adalah ketika budak Umar masuk ke kamar Umar ketika Umar sedang istirahat di siang hari. Saat itu sebagian pakaiannya terbuka. Umar pun berdo’a kepada Allah agar Allah melindungi auratnya pada saat-saat seperti itu.
Maka turunlah ayat 58 dari surat an-Nur yang isinya agar orang beriman meminta izin untuk masuk ke kamar pada tiga waktu, yaitu sebelum sholat Subuh, siang hari, dan sesudah sholat Isya’. Waktu-waktu itu menjadi aurat.
Dan masih banyak lagi perkara yang lainnya. Nabi Muhammad bersabda,
“Allah menjadikan kebenaran pada lisan dan hati Umar,”

Umar Pemimpin yang Bijaksana
Sepeninggal Nabi Muhammad dan Abu Bakar, Umar lah yang menjadi khalifah, pemimpin bagi umat Islam. Umar sangat tegas dan berwibawa. Umar begitu lemah lembut pada umat Islam, dan menjadi sangat keras pada orang kafir.
Suatu malam yang gelap dan dingin, Umar terbangun dari tidurnya. Umar mempunyai kebiasaan berkeliling di malam hari, untuk memperhatikan rakyatnya. Memperhatikan apakah rakyatnya ada yang kelaparan, atau pun keadaan-keadaan lainnya, Umar siap membantu mereka.
Umar berkeliling dari satu kampung ke kampung yang lain. Hingga pada suatu jalan, terdengar suara anak-anak yang sedang menangis. Ibu mereka berusaha menghibur, tetapi tetap saja anak-anak itu menangis keras. Umar mendekati rumah itu. Dilihatnya seorang ibu dan anak-anaknya duduk mengelilingi sebuah periuk dengan api yang menyala.
“Mengapa mereka menangis, Ibu?” Tanya Umar.
“Mereka lapar.” Jawab sang ibu. Umar pun keheranan.
“Lalu apa isi periuk itu?” Tanya Umar lagi.
“Isinya hanya air dan batu untuk membohongi mereka, hingga mereka tertidur. Allah menjadi saksi karena Umar tidak memperhatikan kami!” jawab ibu itu dengan bersedih. Rupanya, ibu itu tidak mengenal Umar.
Umar langsung berlari ke baitul Mal (harta Negara) sambil menangis. Ternyata masih ada rakyatnya yang masih belum mendapat perhatiannya. Umar menangis mengingat betapa besar tanggung jawabnya di hadapan Allah. Umar mengambil gandum dan keju dan membawanya kembali ke rumah sang ibu.
Tiba disana, Umar pun membantu memasak untuk anak-anak tersebut. Abu apinya berterbangan hingga mengenai baju dan jenggotnya. Setelah masak, Umar juga membantu membagikan makanan tersebut untuk anak-anaknya. Anak-anak itu makan dengan lahapnya. Setelah kenyang, mereka pun tertidur. Ibu itu berkata,
“Terima kasih. Siapapun, dirimu lebih baik dari Umar!” Umar pun pergi dari rumah itu.
Pada malam yang lain, saat Umar berkeliling di malam hari, Umar mendapati suara seorang wanita yang berteriak-teriak kesakitan. Umar bertanya pada suami wanita itu.
“Apa yang terjadi? Mengapa istrimu kesakitan?”
“Dia mengalami kesulitan melahirkan. Dan kami hanyalah orang asing disini.” Jawab suami itu dengan lemah. Demi mendengar jawaban itu, Umar pun berlari menuju rumahnya. Umar yakin istrinya Umi Kultsum binti Ali bin Abi Thalib bisa menolong wanita itu. Umar pun membangunkannya.
“Apakah kamu mau mendapat pahala yang banyak?” Tanya Umar.
“Tentu saja saya mau.” Jawab Umi Kultsum.
“Kalau begitu, ikutlah dengan saya. Ada wanita yang mengalami kesulitan melahirkan. Mudah-mudahan kamu bisa membantunya atas izin Allah.” Kata Umar.
Umi Kultsum menyiapkan beberapa peralatan yang dibutuhkan, sedangkan Umar mengambil gandum dan keju. Mereka pun segera pergi ke rumah wanita tadi.
Sesampainya disana, Umi Kultsum segera masuk untuk membantu wanita itu melahirkan, sedangkan Umar duduk di luar berbincang-bincang dengan suami wanita itu. Rupanya suami itu tidak mengenali Umar.
Setelah beberapa lama, Umi Kultsum keluar sambil berkata,
“Wahai Amirul Mukminin, sampaikan pada sahabatmu, kabar gembira. Anaknya laki-laki!”
Laki-laki itu terkejut. Panggilan Amirul Mukminin adalah hanya untuk Umar.
“Maafkan saya, Amirul Mukminin…sungguh saya tidak tahu. Maafkan saya…” kata laki-laki itu sambil memberi hormat.
“Kamu tidak salah apa-apa..” jawab Umar sambil tersenyum. Umar dan Umi Kultsum pun pergi meninggalkan mereka.

Umar Wafat
Seorang budak bernama Fairuz Abu Lu’lu’ah sudah lama memendam kebencian pada Umar. Dia sangat marah pada Umar yang telah menawannya pada suatu perang dan menjadikannya budak. Fairuz selalu menunggu-nunggu kesempatan untuk membalas Umar.
Fairuz pun ingin membunuh Umar. Hatinya benar-benar penuh kebencian. Fairuz mencari-cari kesempatan, tetapi selalu gagal. Karena Umar selalu hidup diantara rakyatnya untuk melayani mereka. Selain itu, tempat yang dikunjungi Umar adalah masjid.
Maka pada suatu subuh yang gelap, Fairuz bersembunyi di dalam masjid. Umar dan para sahabat datang untuk menunaikan solat Subuh berjama’ah dan Umar menjadi imamnya.
Pada saat Umar takbir dan gerakan solatnya pun menjadi sujud, semua mata jama’ah solat tertuju pada tempat sujudnya masing-masing. Saat itulah Fairuz keluar dari tempatnya bersembunyi, dan menusuk Umar dari arah punggungnya sebanyak enam kali tusukan.
“Ah…!!! Ada yang telah membunuhku!” teriak Umar. Para jama’ah sholat pun segera membatalkan solat mereka dan menyerang Fairuz. Fairuz pun balik menyerang dan melukai beberapa sahabat. Abdurrahman bin Auf menelungkupkan mantelnya kea rah Fairuz, dan Fairuz pun tertangkap.
Fairuz sadar, bahwa dirinya sudah tertangkap dan tidak mungkin untuk meloloskan diri. Maka Fairuz pun menusuk dirinya sendiri hingga mati.
Umar menyuruh Abdurrahman bin Auf untuk menggantikannya menjadi imam solat untuk para jama’ah. Sementara itu darah dari luka di tubuh Umar masih terus mengalir. Seorang Tabib (dokter) masuk untuk mencoba menyembuhkan luka Umar. Tabib itu menyuruh Umar untuk minum susu, tapi susunya keluar dari lubang lukanya.
“Wahai, Umar, berwasiatlah. Karena ketetapan mautmu telah tiba.” Kata sang tabib.
Umar pun banyak berwasiat kepada kaum muslimin yang telah menanagis sejak tadi. Umar meminta agar menyederhanakan kain kafannya, dan meminta izin pada Aisyah agar boleh dimakamkan di samping makam Nabi Muhammad dan Abu Bakar. Umar juga meminta kaum muslimin untuk memilih penggantinya diantara enam orang yang ditunjuknya, yaitu Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin Auf.

Hingga tiba saatnya, Umar pun wafat. Umar meninggalkan kejayaan yang luar biasa pada umat Islam. Umar menjadi figur orang yang cerdas dan pemimpin yang bijaksana. Teladan bagi umat sepanjang masa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar