Selasa, 10 Juli 2018

Rendahkah Profesi Guru Mengaji?

Liburan tiba, anak-anak mengisinya dengan berbagai cara. Selain rihlah sederhana kami, mereka banyak bermain dan salah satunya adalah banyak membaca buku.

Buku yang dipinjam anak-anak, salah satunya adalah novel tebal yang berisi perjuangan seseorang menyelesaikan kuliahnya. Dari mulai uang saku yang minim, ayah meninggal, sakit tipus, dan sebagainya ujian yang berat. Saya baca dulu sampai selesai sebelum anak-anak membacanya. Itu yang selalu saya lakukan, demi menyortir bacaan mereka.

Novel ini secara umum bagus sekali. Menunjukkan ikhtiar maksimal,doa dan restu orang tua, impian yang diperjuangkan, kesungguhan dan kesabaran menjadi satu dalam diri tokoh utamanya.

Nah, ada kalimat yang mengganggu pikiran saya. Sang tokoh, sebelum kuliah adalah lulusan pondok. Yang menjadi ketakutannya ketika menunggu hasil pengumuman ujian, bila ternyata tidak lulus ujian adalah mengajar anak-anak mengaji . Walau diakui pekerjaan mulia tapi itu adalah profesi yang tak diharapkan.

Seolah mengajar anak mengaji adalah pilihan terakhir, opsi terendah, yang apabila ada pilihan lain jelas mengajar anak mengaji akan ditinggalkan.

Dalam ceritanya memang diceritakan dia selalu memberikan sebagian hasil kerjanya pada yayasan yatim piatu. Dan juga bertekad setelah sukses akan membantu orang-orang yang miskin. Tapi lihat, secara lulusan pondok, mengajar anak mengaji pun dikatakan "apakah aku akan tahan?".

Seolah mengajar mengaji adalah profesi orang-orang yang diputus impiannya oleh nasib, kalah oleh perjuangan, dan kurang doa.

Padahal rosul bersabda,
"Sebaik-baik diantara kalian adalah yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya."

Profesi terbaik adalah belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya, menurut hadits tersebut. Sedangkan yang saya khawatirkan, dengan atau tanpa novel tersebut, ternyata diluar sana banyak yang menganggap hina dengan profesi mengajar mengaji. Sehingga semakin jarang orang yang mau meluangkan waktunya untuk itu.

Kita lihat saja, adakah pengajar TPA anak-anak yang lulusan S2 atau S3? Adakah yang berprofesi sebagai manajer, direktur, dosen, dekan, rektor, dan pekerjaan yang dianggap prestisius lainnya? Tunjukkan pada saya sehingga akan saya banggakan kepada yang masih merasa prestis dengan pekerjaan duniawinya. Adanya, kebanyakan TPA kesusahan mencari siapa yang mau ikhlas mengajar dengan bayaran seadanya.

Jarang sekali ada orang sukses yang mau meluangkan waktunya untuk mengajar anak mengaji. Jangankan orang sukses, orang biasapun belum tentu mudah dicari.

Anak-anak remaja juga merasa tidak "level" untuk melakukan pekerjaan ini. Kurang gaul. Ga ada yang bisa dibanggakan atau diposting. "Nih, gue lagi ngajar di TPA". kok rasanya tidak ada bagus-bagusnya😅

Tidak semua orang mampu mengajar. Tapi semua orang berkesempatan mendapatkan pahalanya. Mengelola, membantu, mensupport dengan tenaga, pikiran ide-ide, biaya, insyaAllah mendapatkan pahalanya juga.

Bukankah Allah berjanji akan memberikan pahala bagi yang mengajarkan membaca Al Quran sama seperti pahala orang yang membaca tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun. Ini adalah pahala berjenjang yang akan terus bertambah dan bertambah meski jasad telah terbujur dan terkubur. Pahala jariyah.

Jangan meremehkan pekerjaan mengajar anak mengaji. Satu anak bisa membaca melalui diri kita, maka seumur anak itu mengaji, kita akan mendapatkan pahalanya selalu. Bayangkan bila ada banyak anak yang kita ajarkan mengaji. Panen pahala dengan cara yang sangat mudah dan murah.

Jangan meremehkan sebaik-baik profesi ini. Setinggi apapun jabatan, seprestisius apapun itu, sebanyak apa gajinya, tak ada yang melebihi mulianya mengajar anak mengaji dengan limpahan pahalanya.

Sebenarnya saya punya ide agar Indonesia tak kehabisan guru untuk mengajar anak mengaji.

Pertama, universitas mewajibkan setiap mahasiswa muslim tingkat satu atau bahkan anak seusia sma kelas 1 untuk belajar membaca Al Qur'an sehingga mendapat selembar sertifikat kelulusan. Sertifikat ini syarat naik ke tingkat berikutnya.

Kedua, mahasiswa tingkat 2 dan anak sma kelas 2 semua wajib mengajar anak mengaji di TPA manapun, atau disebar sesuai peta kebutuhan masyarakat.

Dengan begitu setiap tahunnya akan selalu ada guru yang mengajar anak mengaji. Anak diajarkan untuk turut serta mencari pahala meski masih dalam status kewajiban. Bayangkan, setiap pengelola TPA di masjid-masjid tidak akan kelimpungan mencari guru untuk mengajar anak mengaji.

Kualitas hasil pengajaran pun akan meningkat dengan diadakannya sertifikat kelulusan dengan nilai yang kriterianya absensi, hasil belajar anak-anak, kreatifitas mengajar, dan mungkin kecintaan anak-anak kepada pengajar.

Akhir kata, mungkin yang saya sampaikan adalah impian yang berlebihan. Tapi saya pribadi memang memiliki banyak impian dan sedikit diantaranya sudah terwujud. Yang lain-lain sedang diperjuangkan tentunya. Cepat atau lambat, bila diiridhoi Allah, insyaAllah bisa terwujud. Dan apabila tidak diimpikan, maka darimana bisa terwujud?

Maka mimpi tentang melimpahnya guru mengajar anak mengaji insyaAllah tidak berlebihan. Suatu hari nanti bisa kita wujudkan Indonesia bebas buta huruf Al Qur'an. Suatu hari nanti, kita wujudkan seluruh anak Indonesia yang muslim hafal minimal 1 juz 30 dari Al Qur'an demi generasi yang lebih baik lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar